Lumpur Tinja: Sumber Daya Pengganti LPG untuk Memasak

Kelangkaan dan naiknya harga beberapa komoditas energi beberapa waktu terakhir ini cukup membuat susah. Hantaman Covid-19, perdagangan global yang tidak stabil, hingga menipisnya sumber daya yang ada merupakan beberapa penyebab isu ini terjadi. Namun, dari perspektif yang berbeda, permasalahan ini merupakan tamparan bagi manusia untuk segera bertransisi kepada sumber energi alternatif.

LPG merupakan bahan bakar kompor yang digunakan oleh mayoritas masyarakat Indonesia. Sifatnya yang praktis, mudah, serta terjangkau menjadikan LPG banyak digunakan, terlebih LPG bersubsidi. LPG merupakan salah satu komoditas yang mengalami kenaikan harga beberapa waktu terakhir. Permasalahan yang terjadi di pasar global adalah penyebab utama hal ini terjadi. Dengan semakin mahalnya atau langkanya LPG, masyarakat akan menghadapi permasalahan yang lebih besar karena menyangkut kebutuhan primer yaitu pangan.

Baca Juga : Harga LPG Naik: Coba Memasak dengan Bahan Bakar LFG 

Namun, tahukah Anda bahwa terdapat suatu sumber daya yang tidak pernah terbayangkan akan menjadi alternatif bahan bakar untuk memasak? Sumber daya itu adalah limbah MCK domestik, terutama lumpur tinja.

Biogas dari Lumpur Tinja: Apakah Bisa?

Lumpur tinja termasuk dalam limbah organik. Dengan kondisi anaerobik (tanpa oksigen), lumpur tinja dapat membusuk secara biologis oleh bakteri dan menghasilkan biogas. Dalam praktiknya, proses ini membutuhkan suatu reaktor. Biogas mengandung gas metana sebesar 50 – 70%, karbon dioksida, nitrogen, hidrogen, dan hidrogen sulfida. Biogas inilah yang dapat digunakan sebagai bahan bakar memasak.

Sumber: Biogas Container Lazy Natural – Free photo on Pixabay

Menggunakan biogas untuk memasak menawarkan berbagai keuntungan. Biogas dihasilkan dari lumpur tinja. Hal ini berarti tidak diperlukan proses eksploitasi sumber daya alam yang memakan energi dan biaya yang besar. Tidak dihasilkan pula kerusakan alam dari proses eksploitasi tersebut. Selama ini, untuk menambang gas alam, diperlukan berbagai sumber daya yang memakan energi dalam jumlah besar.

Dari segi distribusi pun, biogas menawarkan kelebihan.  Umumnya, proyek pemanfaatan lumpur tinja untuk biogas ini bersifat komunal di pusat permukiman. Gas didistribusikan melalui selang-selang yang terhubung ke rumah-rumah warga. Tidak diperlukan lagi kendaraan yang akan menghasilkan emisi gas rumah kaca (GRK) yang harus mendistribusikan LPG ke berbagai daerah.

Baca Juga : Keterlibatan Partisipasi Setiap Pihak pada Isu Minyak Goreng 

Terdapat salah satu program bertajuk SANIMAS (Sanitasi Berbasis Masyarakat) di Indonesia. Sanimas merupakan penyediaan prasarana dan sarana air limbah permukiman bagi masyarakat berpenghasilan rendah di lingkungan padat penduduk, kumuh dan rawan sanitasi. Sanimas terdiri atas fasilitas sanitasi, yaitu kamar mandi dan toilet, yang dilengkapi dengan instalasi pengolahan air limbahnya. Salah satu pengolahannya adalah mengolah kotoran manusia menjadi biogas. Biogas ini mudah dialirkan di rumah-rumah warga sekitar SANIMAS.

Sumber: http://ciptakarya.pu.go.id/

Keuntungan yang ditawarkan biogas adalah tidak adanya emisi GRK yang dihasilkan. Berbeda dengan bahan bakar fosil, memasak dengan biogas tidak menghasilkan asap. Hal ini akan berdampak baik pada lingkungan dan juga kesehatan warga.

Kotoran Hewan Juga Merupakan Bahan Baku Biogas

Biogas tidak hanya dihasilkan dari lumpur tinja manusia saja, melainkan juga kotoran hewan, khususnya hewan ternak. Tahukah Anda bahwa peternakan bertanggungjawab atas 14,5% emisi gas rumah kaca secara global? Gas metana yang dihasilkan dari pencernaan hewan ternak merupakan salah satu penyumbang emisi GRK di sektor peternakan. Tanpa pengolahan yang tepat, kotoran hewan ternak akan melepaskan emisi GRK dalam jumlah besar ke atmosfer.

Baca Juga : Masyarakat Berpartisipasi dalam G20: Apakah Memungkinkan? 

Hal ini dapat dicegah dengan mengelola kotoran hewan agar gas metananya ditangkap dan menjadi biogas. Kotoran hewan yang tersisa dapat digunakan sebagai bahan pupuk untuk menyuburkan tanaman pertanian.

 

Sumber:

Author

Similar Posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *