BERSAMA BEKERJA MENUJU FITRAH: FILSAFAT BISNIS ISLAM DALAM BINGKAI ESG DAN RAHMATAN LIL ‘ALAMIN

Mitra Rekayasa Berkelanjutan – Ramadhan bukan hanya ritual spiritual, tetapi adalah filsafat perjalanan kembali ke fitrah. Dalam 30 hari, manusia menahan diri dari syahwat, menata ulang kesadaran, dan mengaktifkan kecerdasan ruhani untuk melihat dunia termasuk dunia kerja–dengan kejernihan asal. Fitrah dalam Islam bukan hanya keadaan suci, tetapi juga panggilan untuk hidup dalam keselarasan ilahiah: antara tujuan hidup, kontribusi sosial, dan keberlangsungan semesta. Dalam konteks ini, bisnis bukan sekadar mesin ekonomi, tetapi jalan ibadah dan amal yang terstruktur. Ia harus ditopang oleh nilai, dituntun oleh misi, dan dikerjakan bersama dalam kesadaran spiritual dan tanggung jawab sosial.
“BERSAMA BEKERJA” SEBAGAI FILSAFAT TRANSENDENTAL BISNIS
Sumber foto: universitas Alma Ata
Banyak organisasi terjebak dalam jargon “bekerjasama” atau “bekerja bersama.” Namun Islam-Sufi mengajarkan lapisan hikmah yang lebih dalam: “bersama bekerja.“
Ini adalah maqam spiritual dalam dunia profesional–di mana para pelaku kerja bersama memahami penugasan, menyatukan frekuensi niat, dan berjalan dalam satu nafas misi, dari awal hingga akhir.
“Bersama bekerja” berarti:
1. Tidak hanya berbagi beban, tetapi menyatu dalam makna,
2. Tidak hanya berbagi peran, tetapi menyelaraskan ruh,
3. Tidak hanya mengerjakan proyek, tetapi mewujudkan maqasid (tujuan luhur) dari pekerjaan itu sendiri.
Filsafat ini terwujud nyata ketika nilai-nilai luhur menjadi rukun kelembagaan, sebagaimana yang dijadikan dasar di AMF dan jejaringnya:
1. Amanah – tanggung jawab spiritual dan sosial atas setiap keputusan.
2. Fathonah (Profesional) – kecerdasan strategis dan akal praksis dalam inovasi,
3. Siddiq (Integritas) – keteguhan pada kebenaran dan transparansi,
4. Tabligh (Kolaboratif) – komunikasi visioner dan kepemimpinan partisipatif.
ESG SEBAGAI JALAN MENUJU RAHMATAN LIL ‘ALAMIN
Sumber foto: Sage
Dalam Islam, semua amal harus bermuara pada rahmatan lil ‘alamin—rahmat semesta. Maka ESG (Environmental, Social, Governance) bukanlah agenda korporat Barat semata, tapi cerminan dari etika keberlanjutan Islam yang telah lebih dahulu hidup.
1. Environmental: Khalifah di bumi bukan perusak, melainkan penjaga.
“Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, setelah Allah memperbaikinya…” (QS. Al-A’raf: 56)
2. Social: Islam menekankan keadilan sosial dan pemberdayaan marjinal.
“Tunaikanlah timbangan dengan adil dan janganlah kamu merugikan manusia terhadap hak-haknya.” (QS. Asy-Syu’ara: 183)
3. Governance: Kepemimpinan dalam Islam adalah amanah, bukan kekuasaan.
“Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya.” (HR. Bukhari-Muslim)
Baca Juga : Mengapa Risiko ESG Adalah Ujian Nyata bagi Bisnis Modern
Sementara itu, laporan World Economic Forum (2023) dan UN Global Compact menyatakan bahwa perusahaan dengan praktik ESG yang kuat memiliki resilience lebih tinggi, keberlanjutan finansial lebih baik, dan loyalitas stakeholder yang lebih kokoh.
RASULULLAH DAN MUKADIMAH IBNU KHALDUN: TELADAN EKONOMI SPIRITUAL
Nabi Muhammad SAW adalah figur teladan dalam etika bisnis. Dalam perdagangan di Syam, beliau mengajarkan nilai jujur, tepat janji, dan tidak menimbun keuntungan. Strategi bisnis beliau adalah melayani kebutuhan orang, bukan mengeksploitasi pasar.
“Pedagang yang jujur dan amanah akan bersama para nabi, shiddiqin, dan syuhada.” (HR. Tirmidzi)
Ibnu Khaldun, dalam Muqaddimah-nya, menyatakan bahwa:
“Al-‘umran al-bashari (peradaban manusia) dibangun atas kerja (‘amal), dan kerja dibangun atas kebijakan ekonomi yang berlandaskan moral dan stabilitas sosial.” (Muqaddimah, Bab II)
Artinya, dalam falsafah Islam, bisnis bukan netral; ia mengandung etika, struktur ruhani, dan konsekuensi sosial.
PENUTUP : EKONOMI MA’RIFAH, KERJA SEBAGAI IBADAH, BISNIS SEBAGAI AMANAH

Sumber foto: geotimes
Ramadhan mengajarkan kita untuk membersihkan niat dan menghidupkan fitrah. Dalam konteks bisnis, ini berarti:
1. Menggeser orientasi dari sekadar profit ke makna dan dampak,
2. Mewujudkan rukun-rukun ruhani dalam sistem kerja,
3. Menjadikan ESG bukan sebagai instrumen reputasi, tetapi jalan menuju rahmatan lil ‘alamin.
“Bersama bekerja” bukan strategi manajemen biasa. Ia adalah maqam spiritual untuk menghadirkan nilai, cinta, dan keberkahan dalam setiap proyek, lembaga, dan kebijakan.
Referensi
Al-Qur’an: QS. Al-A’raf: 56, QS. Asy-Syu’ara: 183, QS. Al-Qashash: 77
Hadis: HR. Ahmad, HR. Bukhari-Muslim, HR. Tirmidzi
Ibnu Khaldun, Muqaddimah, Bab II
World Economic Forum (2023). Global Risks Report
UN Global Compact (2023). ESG and Purpose-driven Business in the Decade of Action
McKinsey & Co. (2023). The Business Case for ESG in Resilient Organizations