Ekonomi Biomimetik dan Peradaban ESG: Menyatukan Ilmu Hayat, Etika Sosial, dan Kebijakan Keberlanjutan

PT. Mitra Rekayasa Keberlanjutan – Dua tulisan sebelumnya telah membuka cakrawala pemikiran tentang perlunya transformasi mendasar dalam sistem ekonomi global dari model kompetitif yang diwarisi dari filsafat predator kapitalistik, menuju model kolaboratif yang diinspirasi dari mikroorganisme seperti bakteri. Namun, untuk memperkuat argumen dan memberi arah aplikatif, diperlukan kerangka konseptual dan praktis yang lebih terintegrasi: ekonomi biomimetik dalam kerangka ESG.
Ekonomi biomimetik adalah pendekatan yang mengambil inspirasi dari mekanisme kehidupan biologis untuk membangun sistem ekonomi yang adaptif, regeneratif, dan kolaboratif (Benyus, 1997). Bila diintegrasikan ke dalam Environmental, Social, and Governance (ESG), pendekatan ini dapat menjawab tantangan struktural zaman: krisis iklim, ketimpangan sosial, dan lemahnya tata kelola.
Biomimetik: Meniru Kehidupan, Bukan Mendisiplinkan Pasar
Sumber foto: sciencedirect
Secara biologis, sistem kehidupan bertahan bukan melalui kompetisi brutal, melainkan melalui keseimbangan, mutualisme, dan adaptasi. Dalam dunia mikroba, terdapat prinsip resiliensi kolektif yang menghindari kehancuran individu demi kelangsungan koloni. Inilah yang gagal ditiru oleh sistem ekonomi modern. Sebagai contoh:
- Biofilm mikroba bekerja seperti komunitas ekonomi berbasis solidaritas: setiap individu melindungi yang lain, dan sistem dibangun untuk ketahanan jangka panjang, bukan hanya efisiensi jangka pendek.
- Jaringan mikoriza di akar pohon berfungsi sebagai sistem logistik dan distribusi antar spesies yang berbeda mirip dengan ekonomi berbagi yang memperkuat ketahanan lokal.
- Siklus karbon dan nitrogen dalam alam adalah analog dari circular economy yang mendaur ulang semua limbah menjadi sumber daya baru.
Pendekatan ini menyarankan agar sistem ekonomi masa depan dirancang seperti ekosistem, bukan seperti pasar bebas tanpa batas.
Integrasi Konsep ESG dan Biomimetik: Tiga Pilar Aplikatif
1. Environmental (Lingkungan): Dari Ekstraksi Menuju Regenerasi
Sumber foto: buckingham futures
Prinsip biomimetik mendorong sistem produksi dan konsumsi yang:
– Meniru siklus alam (zero waste)
– Menggunakan energi terbarukan, seperti fotosintesis sebagai inspirasi
– Membangun arsitektur yang adaptif, seperti struktur sarang lebah atau daun teratai dalam teknologi bangunan hijau
Dalam konteks ESG, ini berarti perusahaan harus mengubah pendekatan dari mitigasi dampak menjadi regenerasi ekologis aktif.
2. Social (Sosial): Dari Amal Sesaat ke Solidaritas Struktural
Sumber foto: Bank Mega Syariah
Ekonomi mikroba menunjukkan bahwa kerja sama bukanlah pilihan etis semata, tapi prasyarat bertahan hidup. Maka:
– Model komunitas adat, koperasi, dan social enterprises harus menjadi inti strategi sosial ESG, bukan sekadar CSR kosmetik
– Struktur sosial harus memastikan akses, partisipasi, dan keadilan distribusi meniru quorum sensing sebagai praktik demokrasi biologis
Seperti dikatakan oleh Syafruddin Karimi: “Manusia harus menyalakan cahaya kolektif, bukan memperkuat dominasi individual.”
3. Governance (Tata Kelola): Dari Kepatuhan ke Etika Ekosistem
Sumber foto: WIT
Dalam dunia hayati, tata kelola muncul dari kesadaran kolektif untuk menjaga ekosistem. ESG dalam konteks ini tidak hanya berarti akuntabilitas terhadap pemegang saham, tetapi:
– Transparansi seperti membran sel menyaring informasi masuk dan keluar secara selektif dan bijak
– Partisipasi dalam pengambilan keputusan seperti quorum sensing tidak bertindak sebelum ada konsensus strategi Adaptasi dinamis, kemampuan untuk belajar dari umpan balik dan menyesuaikan arah seperti jaringan saraf organisme hidup
Menuju Peradaban ESG: Ekonomi yang Mewarisi Kehidupan
Sumber foto: KlikLegal
Jika ekonomi kapitalistik adalah peradaban predator, maka ekonomi biomimetik adalah peradaban simbiotik. Dalam kerangka ESG yang direvisi secara biomimetik, kita tidak hanya mengejar kepatuhan dan standar, tetapi juga makna, nilai, dan keberlanjutan jangka panjang.
Baca Juga : Dari Mikroba untuk Manusia: Membangun Ekonomi Solidaritas dan Keberlanjutan Melalui Lensa ESG
Prinsip baru yang dapat dirumuskan:
– From competition to cooperation
– From extraction to regeneration
– From domination to distributed governance
Kita tidak sedang membangun ekonomi teknokratis, tetapi menata ulang peradaban. Kita belajar dari mikroba bukan karena mereka lemah, tapi karena mereka bertahan selama 3,5 miliar tahun. Mereka menyusun dunia, bukan dengan perang, tapi dengan saling jaga.
Kesimpulan
Saatnya membangun ekonomi kehidupan ekonomi yang menyerap hikmah dari kehidupan biologis, nilai dari tradisi kolektif, dan kebijaksanaan dari kesadaran spiritual. ESG bukan hanya alat ukur, tapi jalan menuju maqam manusia sebagai khalifah di bumi. Dan sebagaimana mikroba mengajarkan: yang paling bertahan bukan yang paling kuat, melainkan yang paling peduli dan paling terhubung.
Referensi:
– Benyus, J. (1997). Biomimicry: Innovation Inspired by Nature.
– Miller, M. B., & Bassler, B. L. (2001). Quorum sensing in bacteria.
– Ostrom, E. (2009). Governing the Commons.
– World Economic Forum. (2024). Global Risks Report.
– Lovins, H., Wallner, H. (2023). Regenerative Business Design.
– Karimi, S., & Ahmad, M. (2025). Dialog Pemikiran ESG Indonesia