Mengatasi Tantangan ESG dan Greenwashing: Menuju Net Zero di Indonesia
PT. Mitra Rekayasa Keberlanjutan – Indonesia, negara dengan kekayaan biodiversitas namun menghadapi tantangan emisi karbon yang tinggi, berkomitmen untuk berada di garis depan dalam upaya global menuju keberlanjutan. Sayangnya, jalan menuju pencapaian target tersebut menghadapi tantangan yang signifikan, terutama greenwashing dan kebutuhan data keberlanjutan yang andal. Menurut survei EY, lebih dari 50% CFO global menganggap greenwashing sebagai risiko besar akibat lemahnya akurasi data keberlanjutan. Ini menunjukkan bahwa kebutuhan akan transparansi dan integritas dalam pengelolaan lingkungan, sosial, dan tata kelola (ESG) semakin mendesak.
Tantangan Greenwashing dan Pentingnya Data yang Transparan
Sumber foto: Tirto id
Greenwashing telah menjadi isu yang menonjol dalam penerapan ESG. Ketika perusahaan menggambarkan diri mereka lebih hijau atau lebih berkelanjutan daripada yang sebenarnya, hal ini dapat menyesatkan pemangku kepentingan dan mengurangi kepercayaan publik. Data dari EY mengungkapkan bahwa lebih dari setengah CFO merasa khawatir tentang risiko ini, terutama dalam hal pelaporan keberlanjutan yang transparan dan kredibel. Di Indonesia, dengan implementasi Peraturan OJK No.51/POJK.03/2017 yang mewajibkan lembaga keuangan melaporkan kinerja keberlanjutan, standar yang lebih kuat untuk pelaporan ESG semakin diharapkan. Namun, tantangan utama adalah bagaimana mengintegrasikan data yang akurat dan andal dalam laporan ini untuk mencegah manipulasi informasi atau greenwashing.
Sebagai langkah maju, lebih dari 500 perusahaan global telah berkomitmen untuk melaporkan risiko terhadap keanekaragaman hayati menggunakan kerangka TNFD (Taskforce on Nature-related Financial Disclosures), yang dapat menjadi rujukan bagi perusahaan di Indonesia untuk meningkatkan pelaporan risiko keberlanjutan dan memperkuat praktik ESG yang kredibel (ESG Today, 2024).
Hubungan Antara Tujuan Perusahaan, Profitabilitas, dan Daya Saing
Sumber foto: BKPM
Komitmen pemerintah Indonesia untuk mendukung pembangunan rendah karbon melalui rencana pembangunan nasional mendorong sektor swasta untuk lebih berperan aktif dalam menjaga keberlanjutan bisnisnya. Hal ini biasanya diinisiasi dengan merancang tujuan sosial dan lingkungan, juga melalui peningkatan efisiensi energi dan pengurangan emisi karbon. Dengan adanya regulasi seperti UU No.32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Peraturan Presiden No.98 Tahun 2021 tentang Nilai Ekonomi Karbon (NEK), perusahaan-perusahaan di Indonesia semakin terdorong untuk memasukkan faktor keberlanjutan ke dalam strategi bisnis mereka. Langkah ini tidak hanya meningkatkan kepatuhan, tetapi juga membuka peluang investasi hijau dan memperkuat daya saing perusahaan di pasar global.
Penelitian dari ECGI menunjukkan bahwa terdapat korelasi antara tujuan ESG perusahaan dengan profitabilitas dan daya saing. Perusahaan yang mengintegrasikan ESG secara strategis cenderung menarik lebih banyak investor dan mempertahankan pelanggan dengan loyalitas yang lebih tinggi. Selain itu, upaya tersebut juga dapat membangun reputasi jangka panjang.
Urgensi Aksi Nyata dalam Transisi Menuju Net Zero
Sumber foto: Manado Post
Indonesia memiliki tantangan unik dalam mencapai tujuan net zero, khususnya karena ketergantungan pada bahan bakar fosil dan tekanan terhadap sumber daya alam. Indonesia menempati posisi keenam dalam penghasil emisi karbon di dunia. Di sisi lain, Indonesia juga menerima tekanan dari konversi lahan hutan menjadi perkebunan kelapa sawit atau aktivitas pertambangan, yang mengancam habitat satwa liar seperti gajah Sumatera dan memperparah degradasi lingkungan.
Untuk menjawab tantangan ini, komitmen dari berbagai sektor diperlukan. Misalnya, peran pemimpin politik yaitu presiden menjadi figur potensial dalam kepemimpinan hijau. Presiden dapat memainkan peran penting dalam memperjuangkan kebijakan lingkungan di forum internasional seperti COP29. Selain itu, Indonesia memiliki kesempatan untuk memanfaatkan momentum tersebut dengan meningkatkan komitmen nasional terhadap tujuan net zero melalui penegakan kebijakan yang lebih ketat. Tidak berhenti di situ, pengawasan pelaksanaan komitmen praktik lingkungan perusahaan juga dapat ditingkatkan efektivitasnya.
Rekomendasi Kebijakan dan Aksi Lanjutan
Sumber foto: YPIA
Untuk mengatasi risiko greenwashing yang kian meningkat, pemerintah dan lembaga legislatif di Indonesia perlu meningkatkan standar pelaporan keberlanjutan. Langkah ini dapat dilakukan dengan mengadopsi kerangka pelaporan seperti TNFD dan standar internasional lainnya, khususnya dalam pelaporan keanekaragaman hayati. Kebijakan ini diharapkan mampu mendorong transparansi dan akuntabilitas data ESG di kalangan perusahaan.
Selain itu, pemerintah juga perlu memberikan dukungan kebijakan dalam bentuk insentif bagi perusahaan yang fokus pada ESG. Insentif ini bisa berupa pengurangan pajak bagi perusahaan yang berhasil menurunkan emisi karbon atau penghargaan bagi perusahaan dengan kinerja ESG terbaik.
Di sisi lain, untuk mengatasi ancaman konversi hutan dan degradasi habitat, diperlukan penegakan aturan yang lebih ketat terkait konservasi dan restorasi ekosistem. Dukungan terhadap kebijakan konservasi, seperti program rehabilitasi hutan, sangat penting untuk menjaga keseimbangan ekosistem.
Upaya keberlanjutan lainnya juga perlu diperkuat melalui kolaborasi antara sektor publik dan swasta dalam membangun ekosistem investasi hijau yang berkelanjutan. Kemitraan publik-swasta ini dapat diwujudkan dalam bentuk proyek energi terbarukan, efisiensi energi, serta program rehabilitasi lingkungan.
Baca juga: Tinjauan Kritis dan Prediksi 10 Tahun Tren ESG di Indonesia dan Global
Menanggapi tantangan keberlanjutan dalam konteks ESG di Indonesia memerlukan pendekatan yang kolaboratif dan integratif. Dengan komitmen terhadap peningkatan transparansi, dukungan kebijakan yang kuat, dan aksi nyata dalam pelestarian lingkungan, Indonesia dapat memainkan peran utama dalam upaya global menuju keberlanjutan. Namun, tantangan greenwashing tetap menjadi pengingat bahwa tanpa data yang kredibel dan upaya yang terarah, tujuan keberlanjutan akan sulit dicapai.
Referensi
- EY. (2024). Over Half of CFOs Fear Greenwashing Risk as Sustainability Data Problems Persist. https://www.esgtoday.com/over-half-of-cfos-fear-greenwashing-risk-as-sustainability-data-problems-persist-ey-survey/
- ECGI. (2024). Understanding the Relationship Between Corporate Purpose and Profits. https://www.ecgi.global/publications/blog/understanding-the-relationship-between-corporate-purpose-and-profits
- The Diplomat. (2024). Why Indonesia’s Path to Net Zero Requires Urgent Action at COP29. https://thediplomat.com/2024/10/why-indonesias-path-to-net-zero-requires-urgent-action-at-cop29/
- Asia Times. (2024). Prabowo’s Big Chance to Be a Global Green Leader. https://asiatimes.com/2024/10/prabowos-big-chance-to-be-a-global-green-leader/
- ESG Today. (2024). Over 500 Companies Commit to Report on Nature Biodiversity Risk Using TNFD Framework. https://www.esgtoday.com/over-500-companies-commit-to-report-on-nature-biodiversity-risk-using-tnfd-framework/
- Green Network. (2024). Alih Fungsi Hutan Ancam Habitat dan Populasi Gajah Sumatera. https://greennetwork.id/kabar/alih-fungsi-hutan-ancam-habitat-dan-populasi-gajah-sumatera/
- Tachev, Viktor. (2024). Renewable Energy in Indonesia – Current State, Opportunities and Challenges. energytracker.asia