|

Tinjauan Kritis dan Prediksi 10 Tahun Tren ESG di Indonesia dan Global

PT. Mitra Rekayasa Keberlanjutan – Tinjauan kritis dan prediksi 10 tahun tren ESG di Indonesia dan dunia menunjukkan perhatian yang semakin besar terhadap isu-isu lingkungan, sosial, dan tata kelola dalam beberapa tahun terakhir. Tren 5 tahun terkini terkait ESG, CSR, Sustainable Finance di Indonesia dan dunia telah meningkat secara signifikan.

1. Analisis Tren Berdasarkan Grafik (2019-2023)

Dari grafik yang disajikan, kita melihat beberapa tren penting dalam pencarian terkait Corporate Social Responsibility (CSR), Corporate Sustainability, Sustainability, dan Environmental, Social, and Governance (ESG).

tren esg di indonesia

Gambar 1. Tren 5 tahun terkini terkait ESG, CSR, Sustainable Finance di Indonesia dan dunia, sumber Google.

  • CSR (Corporate Social Responsibility) terus mendominasi pencarian (garis biru) meskipun mengalami fluktuasi sejak 2019. Hal ini menunjukkan bahwa tanggung jawab sosial perusahaan masih menjadi topik penting, terutama di pasar yang belum sepenuhnya memahami kompleksitas ESG. CSR seringkali dilihat sebagai langkah dasar perusahaan untuk menunjukkan komitmen terhadap masyarakat.
  • Sustainability (Keberlanjutan) menunjukkan peningkatan yang konsisten sejak awal 2021, sejalan dengan meningkatnya perhatian global terhadap krisis lingkungan, seperti perubahan iklim dan hilangnya keanekaragaman hayati. Kesadaran ini mendorong perusahaan untuk memprioritaskan keberlanjutan dalam operasi mereka guna memenuhi permintaan konsumen dan investor akan praktik bisnis yang lebih hijau.
  • ESG (Environmental, Social, and Governance) mulai mengalami pertumbuhan signifikan pada tahun 2021 (garis hijau), mencerminkan adopsi yang semakin meluas sebagai alat pengukur dampak sosial dan lingkungan dalam keputusan investasi. Investor institusional besar semakin mempertimbangkan skor ESG sebelum mengambil keputusan investasi karena mereka mencari model bisnis yang berkelanjutan secara jangka panjang dan risiko yang lebih rendah.
  • Corporate Sustainability (garis merah) tetap rendah dibandingkan istilah lainnya, yang menunjukkan bahwa perusahaan mungkin lebih memprioritaskan inisiatif spesifik yang tercakup dalam ESG atau CSR daripada konsep keberlanjutan korporat yang lebih luas.

 

2. Faktor-Faktor yang Menyebabkan Penurunan Tren ESG Kedepannya

Meskipun ada peningkatan adopsi ESG, beberapa faktor bisa menghambat tren ini di masa depan:

  • Ketidakkonsistenan Regulasi: Perbedaan regulasi ESG di berbagai negara dapat memperlambat adopsi ESG di tingkat global. Negara-negara yang belum mengadopsi kebijakan kuat terkait keberlanjutan atau yang belum menyelaraskan standar dengan negara-negara maju dapat menyebabkan fragmentasi di pasar global. Di Indonesia, misalnya, meskipun ada kemajuan dalam kebijakan keuangan berkelanjutan dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK), implementasinya masih menghadapi tantangan regulasi dan pengawasan.
  • Greenwashing dan Kurangnya Transparansi: Jika banyak perusahaan ketahuan melakukan greenwashing—di mana mereka secara tidak jujur mengklaim keberlanjutan—ini dapat merusak kepercayaan publik dan investor terhadap inisiatif ESG. Perusahaan yang tidak benar-benar mengintegrasikan ESG dalam operasi mereka, tetapi hanya menggunakan narasi ESG untuk kepentingan pemasaran, dapat menyebabkan skeptisisme.
  • Biaya Implementasi yang Tinggi: Di negara berkembang seperti Indonesia, biaya transisi ke model bisnis yang berkelanjutan bisa menjadi penghalang besar. Implementasi energi terbarukan, manajemen limbah yang lebih baik, dan pengembangan rantai pasok yang ramah lingkungan memerlukan investasi awal yang signifikan. Di sektor energi, misalnya, peralihan dari bahan bakar fosil ke energi terbarukan memerlukan infrastruktur baru dan teknologi yang mahal.
  • Resesi Ekonomi Global: Krisis ekonomi global dapat menurunkan prioritas ESG dalam agenda bisnis. Selama periode krisis ekonomi atau ketidakpastian geopolitik, perusahaan mungkin fokus pada efisiensi biaya dan kelangsungan hidup jangka pendek daripada investasi jangka panjang pada ESG. Di Indonesia, jika pemulihan ekonomi pasca-pandemi berfokus lebih pada ekspansi industri ekstraktif seperti batu bara, ESG dapat kehilangan momentum.
  • Kurangnya Tekanan dari Konsumen dan Investor: Ketika isu lain seperti inflasi, keamanan pangan, dan ketidakstabilan sosial mendominasi perhatian masyarakat, dorongan konsumen terhadap ESG dapat menurun. Ini bisa melemahkan tekanan kepada perusahaan untuk terus meningkatkan kinerja ESG mereka.

 Baca juga: Keterkaitan antara ESG dan Collaborative Governance

3. Regulasi dan Kebijakan Terkini yang Mempengaruhi ESG

Kebijakan nasional dan internasional berperan penting dalam menentukan masa depan ESG. Di Indonesia, sejumlah regulasi penting telah diterapkan untuk mendukung pengembangan keberlanjutan:

  • Roadmap Keuangan Berkelanjutan Tahap II (2021-2025) oleh OJK menargetkan penguatan penerapan prinsip-prinsip ESG di sektor keuangan, termasuk dalam pelaporan keberlanjutan oleh perusahaan publik. Namun, implementasi kebijakan ini masih terbatas di berbagai sektor industri, terutama di perusahaan kecil dan menengah yang kurang memiliki sumber daya untuk menyesuaikan operasional mereka dengan standar ESG.
  • Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024 menekankan pengembangan ekonomi rendah karbon dan green economy. Indonesia juga telah menetapkan target net-zero emissions pada tahun 2060. Ini mencerminkan komitmen untuk transisi energi dan pengurangan emisi karbon, meskipun ada tantangan besar dalam pengurangan ketergantungan pada bahan bakar fosil.

 

4. Prediksi 10 Tahun Kedepan: Potensi dan Tantangan

Berdasarkan analisis tren dan faktor penghambat di atas, kita dapat memprediksi perkembangan ESG dalam 10 tahun ke depan:

  • Pertumbuhan Lanjut ESG: Meskipun ada faktor penghambat, ESG diprediksi akan terus tumbuh sebagai standar utama untuk menilai perusahaan, terutama di pasar modal global. Investor institusional besar, seperti dana pensiun dan manajer aset, kemungkinan besar akan lebih memilih perusahaan dengan praktik ESG yang kuat karena risiko lingkungan dan sosial yang semakin nyata.
  • Integrasi ESG dalam Model Bisnis: Perusahaan-perusahaan besar akan mulai mengintegrasikan ESG lebih dalam ke dalam strategi inti mereka, bukan hanya sebagai laporan keberlanjutan yang terpisah. Ini juga akan didorong oleh permintaan konsumen yang semakin peduli pada dampak sosial dan lingkungan.
  • Tantangan dalam Transisi Energi: Di Indonesia, transisi dari bahan bakar fosil ke energi terbarukan akan menghadapi tantangan besar karena ketergantungan ekonomi pada ekspor batu bara. Namun, proyek-proyek seperti Green Sukuk menunjukkan bahwa ada komitmen pemerintah untuk mendanai proyek keberlanjutan.
  • Standar Global yang Lebih Ketat: Standar pelaporan ESG kemungkinan akan menjadi lebih ketat, terutama di pasar Eropa dan Amerika Utara. Ini akan memaksa perusahaan multinasional dan rantai pasok global untuk meningkatkan standar ESG mereka, yang secara tidak langsung memengaruhi negara berkembang termasuk Indonesia.

 

Kesimpulan

ESG telah berkembang menjadi kerangka kerja yang semakin penting dalam pengambilan keputusan investasi dan operasional perusahaan, baik di tingkat global maupun di Indonesia. Meskipun ada tantangan seperti greenwashing, biaya implementasi yang tinggi, dan ketidakkonsistenan regulasi, ESG diprediksi akan terus mengalami peningkatan dalam dekade mendatang. Adopsi ESG yang efektif akan sangat dipengaruhi oleh regulasi, tekanan konsumen dan investor, serta perkembangan teknologi yang mendukung keberlanjutan.

Namun, jika faktor-faktor penghambat seperti ketidakstabilan ekonomi dan geopolitik tidak ditangani, tren ESG dapat melambat, terutama di pasar berkembang seperti Indonesia. Untuk mendorong tren positif ini, diperlukan komitmen regulasi yang kuat dan kolaborasi antara pemerintah, perusahaan, dan investor dalam menciptakan lingkungan bisnis yang berkelanjutan.

Referensi:

  1. Otoritas Jasa Keuangan. Roadmap Keuangan Berkelanjutan Tahap II 2021–2025. OJK.
  2. Chen, Y. & Chang, C.H. (2013). Greenwash and Green Trust: The Mediation Effects of Green Consumer Confusion and Green Perceived Risk. Journal of Business Ethics.
  3. World Bank. (2020). Global Energy Transition and Challenges for Indonesia.
  4. United Nations Environment Programme. (2021). The Role of ESG in Post-COVID Economic Recovery.
  5. Indonesia Ministry of National Development Planning (Bappenas). RPJMN 2020-2024.
  6. Priyadarshi, N. (2023). ESG Integration: Key for Sustainable Business. Harvard Business Review.
  7. Global Sustainable Investment Alliance. 2021 Trends Report.
  8. McKinsey & Company. (2022). The ESG Premium: New Perspectives on Value and Performance.
  9. Republic of Indonesia. Green Sukuk Framework.

Author

Similar Posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *