Kesaktian Pancasila dalam Menyusun ESG Berkualitas Menuju Indonesia Emas 2045
PT. Mitra Rekayasa Keberlanjutan – Pancasila, sebagai dasar negara dan falsafah bangsa Indonesia, memiliki peran sentral dalam membentuk nilai-nilai yang mendasari kehidupan sosial, politik, dan ekonomi bangsa. Namun, seiring perkembangan zaman, peran Pancasila dapat diperluas ke ranah keberlanjutan, khususnya dalam kerangka Environmental, Social, and Governance (ESG). Environmental, Social, and Governance atau ESG merupakan kerangka yang digunakan untuk mengukur dampak keberlanjutan dari aktivitas perusahaan terhadap lingkungan, masyarakat, serta tata kelola perusahaan. Dalam konteks Indonesia, integrasi nilai-nilai Pancasila ke dalam ESG sangat relevan dalam mewujudkan pembangunan berkelanjutan menuju Indonesia Emas 2045.
Pancasila, dengan kelima silanya, menawarkan panduan etis dan moral yang kuat untuk menyusun ESG yang tidak hanya fokus pada profitabilitas jangka pendek, tetapi juga memperhatikan keberlanjutan jangka panjang dan kesejahteraan seluruh elemen bangsa. Kesaktian Pancasila terletak pada kemampuannya untuk terus relevan dan memberikan pedoman bagi bangsa Indonesia dalam menghadapi tantangan global, termasuk dalam konteks penerapan ESG yang berkualitas.
Kesaktian Pancasila dan Implementasi ESG
Integrasi Pancasila ke dalam kerangka ESG bukan hanya soal memenuhi standar keberlanjutan, tetapi juga menegaskan pentingnya keseimbangan antara keuntungan ekonomi, kelestarian lingkungan, keadilan sosial, serta tata kelola yang baik. Berikut adalah bagaimana masing-masing sila Pancasila dapat diterapkan dalam konteks ESG yang berkualitas:
Sumber foto: ANTARA
Sila Pertama: Ketuhanan Yang Maha Esa – Tanggung Jawab Lingkungan Berbasis Nilai Spiritual
Prinsip Ketuhanan Yang Maha Esa mengingatkan kita bahwa manusia memiliki tanggung jawab spiritual untuk menjaga dan melestarikan lingkungan yang telah diciptakan. Ini sejalan dengan aspek Environmental dalam ESG, di mana perusahaan dan organisasi harus memastikan bahwa aktivitas mereka tidak merusak alam dan sumber daya alam. Nilai-nilai etis yang terkandung dalam sila pertama menekankan bahwa setiap entitas bisnis wajib memperhitungkan dampak lingkungan dari kegiatan mereka, seperti pengurangan emisi karbon, pengelolaan limbah berkelanjutan, dan penggunaan energi terbarukan.
Sila Kedua: Kemanusiaan yang Adil dan Beradab – Fokus pada Kesejahteraan Sosial
Kemanusiaan yang adil dan beradab mengajak perusahaan untuk beroperasi dengan memperhatikan kesejahteraan karyawan, masyarakat, serta menghormati hak asasi manusia. Di dalam ESG, aspek sosial (Social) ini mencakup perlakuan adil kepada seluruh pihak yang terlibat, dari pekerja hingga komunitas sekitar. Perusahaan diharapkan memberikan upah yang layak, menciptakan kondisi kerja yang sehat dan aman, serta berkontribusi positif kepada masyarakat melalui program-program pemberdayaan sosial dan pendidikan.
Sila Ketiga: Persatuan Indonesia – Kolaborasi Multi-Stakeholder untuk Keberlanjutan
Persatuan Indonesia menekankan pentingnya kerja sama dan gotong royong dalam memajukan negara. Dalam konteks ESG, ini mengacu pada kolaborasi antara perusahaan, pemerintah, masyarakat, dan pemangku kepentingan lainnya untuk mencapai tujuan keberlanjutan. Keberhasilan ESG yang berkualitas tidak dapat dicapai secara sepihak, tetapi memerlukan sinergi antara berbagai pihak untuk memastikan bahwa program-program keberlanjutan benar-benar dapat diterapkan dan memberikan manfaat yang luas.
Sila Keempat: Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan – Transparansi dan Tata Kelola yang Baik
Prinsip demokrasi dan musyawarah Pancasila sejalan dengan aspek Governance dalam ESG, yang menekankan pentingnya transparansi, akuntabilitas, dan keterlibatan pemangku kepentingan dalam pengambilan keputusan. Perusahaan diharapkan memiliki struktur tata kelola yang baik, termasuk keterbukaan dalam laporan keuangan, pengelolaan risiko, dan praktik bisnis yang etis. Tata kelola yang baik ini sangat penting untuk membangun kepercayaan publik dan mencegah terjadinya korupsi serta pelanggaran etika bisnis lainnya.
Sila Kelima: Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia – Pemerataan Manfaat Ekonomi dan Sosial
Keadilan sosial menekankan bahwa hasil pembangunan harus dinikmati secara merata oleh seluruh rakyat Indonesia, tidak terkecuali. Dalam kerangka ESG, ini berarti perusahaan harus berkontribusi terhadap pengurangan ketimpangan sosial dan ekonomi melalui program tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) yang berkelanjutan, penciptaan lapangan kerja, dan dukungan bagi usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Penerapan ESG yang berkualitas memastikan bahwa manfaat ekonomi dan sosial tidak hanya dirasakan oleh segelintir pihak, tetapi meluas ke seluruh lapisan masyarakat.
Statistik ESG dan Keberlanjutan di Indonesia
Penerapan ESG di Indonesia menunjukkan tren yang semakin positif. Menurut laporan Sustainable Stock Exchanges (SSE) tahun 2023, sekitar 75% dari perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) telah melaporkan kinerja ESG mereka. Namun, meskipun ada peningkatan, hanya sekitar 50% dari perusahaan tersebut yang laporan ESG-nya diakui sesuai standar internasional dalam hal transparansi dan keberlanjutan. Ini menunjukkan bahwa masih ada tantangan yang harus diatasi, terutama terkait standar pelaporan dan implementasi kebijakan keberlanjutan yang lebih holistik.
Dalam aspek lingkungan, data dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan menyebutkan bahwa emisi karbon Indonesia pada tahun 2023 mencapai 2,3 miliar ton CO₂. Target Indonesia dalam Nationally Determined Contributions (NDC) adalah mengurangi emisi karbon sebesar 29% pada 2030, dan pencapaian target ini memerlukan kontribusi signifikan dari sektor swasta melalui penerapan ESG yang berbasis lingkungan.
Sementara itu, Human Development Index (HDI) Indonesia pada tahun 2023 mencapai angka 72,9, yang menunjukkan peningkatan dalam kualitas hidup masyarakat. Namun, tantangan utama masih ada dalam hal kesenjangan ekonomi dan akses ke layanan dasar, terutama di daerah terpencil. ESG yang berkualitas dapat membantu mengurangi kesenjangan ini melalui kebijakan sosial yang lebih inklusif, termasuk peningkatan akses pendidikan dan kesehatan bagi masyarakat rentan.
Baca juga: Keterkaitan antara ESG dan Collaborative Governance
Pada aspek tata kelola, berdasarkan survei dari Transparency International, Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia pada 2023 berada di angka 38 (dari skala 0-100), yang menunjukkan perlunya perbaikan dalam hal transparansi dan tata kelola yang bersih. Penerapan tata kelola yang kuat dalam kerangka ESG, seperti transparansi dalam laporan keuangan dan pencegahan praktik korupsi, akan memainkan peran penting dalam meningkatkan IPK dan memastikan keberlanjutan ekonomi yang beretika.
Kesimpulan
Kesaktian Pancasila dalam membentuk kerangka ESG yang berkualitas bukan hanya sebuah konsep teoretis, melainkan pedoman praktis yang dapat membantu Indonesia mencapai visi Indonesia Emas 2045. Dengan mengintegrasikan nilai-nilai Pancasila ke dalam ESG, perusahaan dan institusi di Indonesia dapat berkontribusi pada pembangunan yang lebih adil, berkelanjutan, dan inklusif. Nilai-nilai ini membantu menciptakan sinergi antara pertumbuhan ekonomi, kesejahteraan sosial, serta pelestarian lingkungan, yang semuanya adalah elemen kunci dalam mewujudkan Indonesia yang lebih maju dan berkelanjutan di masa depan.
Melalui penerapan ESG yang sejalan dengan Pancasila, Indonesia dapat memastikan bahwa keberlanjutan bukan hanya wacana, tetapi menjadi bagian integral dari perjalanan bangsa menuju kesejahteraan yang merata dan berkelanjutan untuk seluruh rakyatnya.
Referensi:
- Sustainable Stock Exchanges (SSE). (2023). Sustainable Finance in Indonesia: Challenges and Progress
- Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. (2023). Laporan Emisi Karbon Indonesia Tahun 2023
- Badan Pusat Statistik. (2023). Indeks Pembangunan Manusia Indonesia 2023
- Transparency International. (2023). Corruption Perception Index 2023: Indonesia
- Bursa Efek Indonesia. (2023). Sustainability Reporting 2023: Challenges and Opportunities