Menuju 2022 Apakah EBT Memiliki Harapan
|

Menuju 2022: Apakah EBT Memiliki Harapan?

Mitra Rekayasa Lanjutan – Tahun 2021 adalah tahun yang tidak mudah bagi masyarakat Indonesia. Diberhentikan dari pekerjaan dan ditinggalkan oleh orang tersayang merupakan salah satu kesulitan yang dihadapi. Sakit secara fisik dan mental juga menghampiri. Namun, ketidahmudahan juga dirasakan oleh Indonesia dalam upaya transisi energi. 

Meski Masih Pandemi, Progres Tetap Dijalani

Setiap tahunnya, negara memang harus berprogres menuju kemerdekaan bahan bakar fosil. Terdapat beberapa hal yang sudah dilakukan dalam kurun waktu terakhir. Yang pertama yaitu rilisnya LTS-LCCR (Long Term Strategy-Low Carbon and Climate Resilience). Di dalamnya tercakup langkah mitigasi dan adaptasi dalam mencapai ketahanan iklim dan target rendah karbon. Kedua, terdapat RUPTL (Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik) yang menargetkan EBT (energi baru terbarukan) berhasil mencakup 25% total sumber energi. Selain itu, terdapat janji yang menyatakan tidak akan ada lagi pembangkit listrik tenaga batu bara yang baru. Penutupan pembangkit listrik tenaga batu bara yang berusia lebih dari 30 tahun pun harus dilakukan. 

Tidak hanya itu, dalam aspek harga karbon juga terdapat progres. Ditetapkan pajak karbon minimal 2,1 dolar Amerika per ton CO2 ekuivalen. Upaya memperbanyak atap bersolar panel juga digalakkan. Meskipun dirasa progres yang dilakukan sudah banyak, namun hal ini masih dianggap belum cukup. Indonesia masih dalam posisi pesimis untuk bisa mencapai target Persetujuan Paris. 

Menuju 2022 Apakah EBT Memiliki Harapan_1
 Sumber Foto: Windmills Fields Sunset – Free photo on Pixabay

Baca Juga :Evaluasi Akhir Tahun: Kontribusi Kita dalam Krisis Iklim

Resolusi Tahun Baru, Indonesia Perlu Lebih Progresif

Menyambut tahun 2022, tentu banyak hal yang kita harapkan untuk terjadi. Targetan pribadi sudah bukan lagi menjadi satu-satunya resolusi. Lebih dari itu, masing-masing individu perlu peduli nasib Indonesia dalam transisi energi menjadi lebih hijau. Maka, berikut ini adalah hal-hal yang bisa kita harapkan untuk terjadi.

1. Arah kebijakan baru yg lebih pro EBT

Kebijakan oleh pemerintah merupakan salah satu aspek terpenting yang dapat mendorong perubahan sistem. Terdapat beberapa regulasi yang harus dituntut untuk segera dikeluarkan. Perpres tentang tarif EBT dan peraturan tentang konservasi energi merupakan beberapa di antaranya. Selain itu meningkatkan investasi di bidang iklim juga merupakan kunci. Hal ini dapat menjadi langkah awal mewujudkan target 10 GW daya yang berasal dari ABT pada 2050. 

2. Berhenti bergantung pada pembangkit listrik tenaga batu bara

Penutupan dan pembatalan pembangkit listrik tenaga batu bara akan memberikan ruang bagi percepatan pembangkit listrik tenaga EBT. 1 GW penutupan dan pembatalan CFPP dapat memberikan kesempatan 4 GW pembangkit listrik dengan solar PV untuk didirikan. Maka semakin banyak penutupan pembangkit listrik tenaga batu bara, semakin besar kesempatan bagi EBT untuk mendominasi sumber energi Indonesia.

3. Peran serta masyarakat lokal dan swasta

Dari segi perusahaan, target nol emisi perlu ditanamkan dalam aktivitas bisnis. Hal ini akan dapat mempengaruhi kebijakan dan pembangunan. Secara teknis, perusahaan sangat bisa memasang instalasi solar PV pada atap bangunannya. Hal ini pun tidak jauh berbeda dengan masyarakat secara individu. Selama ada sumber daya, maka rumah ramah lingkungan dengan panel surya bisa diwujudkan.

4. Makin banyak kendaraan roda dua tenaga listrik

Mobil listrik kini terdengar mainstream. Indonesia merupakan salah satu negara dengan pengendara motor terbanyak di dunia. Salah satu upaya pengurangan emisi adalah dengan kendaraan bertenaga listrik, termasuk kendaraan roda 2. Namun hal ini tidak akan mencapai target jika pembangkit listrik masih berbahan bakar fosil.

Maka, bolehlah kita memberikan harapan tinggi bagi Indonesia untuk bisa mempercepat transisi energi. Kita sudah dikejar waktu. Masa depan memerlukan kepastian. Kepastian itu bisa diwujudkan dengan aksi nyata. Kita boleh menebar janji nol emisi dan percepatan transisi energi. Namun pembentukan kebijakan untuk memenuhi janji tersebut adalah lain cerita. Lebih jauh, implementasi kebijakan untuk memenuhi janji tersebut juga tanggung jawab yang berbeda.

Sumber:

IESR. (2021). Indonesia Energy Transition Outlook (IETO) 2022 – IESRKLHK. (2021). https://www.appi.or.id/public/images/img/27e6305e-54ce-4369-9a67-3f31d21338e7.pdf

Author

Similar Posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *