Menjawab Tantangan Perdagangan Karbon dengan Kesiapan
Berada di tengah dinamika pasar karbon merupakan hal yang tidak mudah. Banyak halang rintang yang menghadang yang perlu dilewati. Rencana dan strategi yang sistematis merupakan hal yang harus disiapkan. Hal ini demi perdagangan karbon yang berkelanjutan serta keuntungan yang menyeluruh.
Menghadapi Tantangan Perdagangan Karbon
Seperti usaha penyelesaian isu perubahan iklim pada umumnya, tantangan merupakan hal pasti ada. Siap tidak siap, tantangan harus dihadapi, tidak terkecuali oleh Indonesia. Seringkali usaha untuk mewujudkan target tertentu harus terhambat karena masalah biaya. Bagi Indonesia, investasi untuk mengurangi emisi dengan perdagangan karbon terbilang besar. Maka dari itu, diperlukan jawaban yang tepat untuk tantangan ini.
Indonesia memerlukan mekanisme insentif yang tepat. Mekanisme ini harus menggerakkan roda mobilisasi pendanaan dan investasi kegiatan rendah karbon. Pembiayaan ini bisa disinergikan dari biaya publik ataupun biasa swasta.
Baca Juga : Harga LPG Naik: Coba Memasak dengan Bahan Bakar LFG
Keterbatasan teknologi yang dimiliki oleh suatu negara juga sering menjadi alasan negara tersebut tidak bisa mencapai target tertentu. Bagi Indonesia, hal ini tidak boleh menjadi alasan untuk mengurangi emisi karbon negara. Teknologi yang dimiliki Indonesia memang perlu ditingkatkan. Namun, kesempatan berkolaborasi terbentang luas.
Akselerasi transfer teknologi serta inovasi dari negara lain akan sangat membantu partisipasi Indonesia dalam perdagangan karbon. Indonesia juga menjadi opsi menarik bagi negara lain untuk membeli kredit karbon. Teknologi rendah karbon yang memadai yang didapat dari kerjasama tersebut akan memudahkan upaya Indonesia mengurangi emisi karbon.
Sumber: Photo by Chris LeBoutillier from Pexels
Kesiapan Komprehensif Perlu Dilakukan oleh Indonesia
Hal pertama yang harus disiapkan adalah hal-hal yang berkaitan dengan teknis. Entitas yang ikut serta dalam perdagangan karbon harus mampu mengukur emisi karbon yang dihasilkan. Mengukur emisi bertujuan untuk untuk menentukan cap. Cap merupakan batas emisi karbon yang bisa dihasilkan. Jika emisi yang dihasilkan dalam periode tertentu melebihi batas, pihak pengemisi harus membeli izin untuk menghasilkan emisi yang berlebihan. Nantinya, kelebihan emisi karbon akan dibayar dengan upaya pengurangan karbon atau carbon offset.
Selain itu, beberapa hal dalam aktivitas perdagangan karbon juga harus dikelola dengan baik. Mekanisme pelaporan dan verifikasi harus diatur sejelas mungkin. Hal ini diperlukan agar yang melakukan jual beli karbon dimudahkan. Penerbitan persetujuan emisi karbon juga harus disusun secara sistematis agar kelalaian pihak untuk menghasilkan emisi tidak terjadi.
Dari aspek regulasi, aturan harus tegas mampu mencakup segala tindak tanduk dalam perdagangan karbon. Institusi pemerintah yang mengatur harus ditetapkan. Hal ini akan menciptakan kejelasan siapa yang bertanggung jawab bagi kelangsungan hidup perdagangan karbon Indonesia.
Baca Juga : Indonesia dalam Endemi: Bagaimana Pola Hidup Masyarakat?
Beberapa instrumen regulasi sudah tersedia dan membahas perdagangan karbon. terdapat PP No. 46 Tahun 2017 tentang Instrumen Ekonomi Lingkungan Hidup yang didalamnya menjelaskan tentang perdagangan emisi. Ada pula Perpres No. 77 Tahun 2018 tentang Pengelolaan Dana Lingkungan Hidup yang menjadikan perdagangan karbon sebagai mekanisme penyaluran dana lingkungan hidup. Kemudian terdapat pula Peraturan Presiden Nomor 98 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Nilai Ekonomi Karbon (NEK).
Peraturan-peraturan boleh banyak tersedia. Yang terpenting adalah kesinambungan antara regulasi perdagangan karbon ataupun dengan instrumen kebijakan lingkungan lain. Selain itu, kemampuan penegakan hukum dalam mendukung perdagangan karbon juga harus ditingkatkan.
Selain teknis dan regulasi, aspek sosial budaya juga harus mendukung kesinambungan perdagangan karbon. Perekonomian harus bisa memandang perdagangan karbon sebagai sesuatu yang menguntungkan. Perspektif tersebut bahkan harus melihat lebih jauh, seperti bagaimana transfer teknologi biasa dilakukan melalui perdagangan karbon.
Situasi politik yang mendukung juga sebisa mungkin tercipta. Kerentanan terjadinya lobi-lobi untuk memperoleh keuntungan pribadi harus diperkecil. Korupsi tentu harus dicegah. Perlu juga edukasi dan komunikasi terlebih kepada masyarakat yang terdampak proyek perdagangan karbon. Keberlanjutan program dapat tercipta hanya dengan adanya peran serta dari masyarakat.
Sumber:
- Pemaparan Egi Suarga, Narasumber Webinar Forest Share 5 HMH Selva ITB
- Prasojo, H., Septiriana, R.T., Nugroho, A. Penerapan-Pasar-Karbon-Emission-Trade-System-di-Indonesia-dan-Pembelajaran-dari-Uni-Eropa.pdf (ppi.id)