Konsumsi Berlebihan : Sebagai Pemicu Utama Jejak Karbon yang Membebani Bumi

PT. Mitra Rekayasa Keberlanjutan – Jejak karbon atau carbon footprint merujuk pada total emisi gas rumah kaca yang dihasilkan dari berbagai aktivitas manusia, baik secara langsung maupun tidak langsung. Jejak karbon mencakup semua emisi yang terkait dengan aktivitas individu, organisasi, atau produk. Misalnya, emisi yang dihasilkan dari pembakaran bahan bakar fosil untuk transportasi, pemanasan, dan produksi listrik. Selain itu, jejak karbon juga mencakup emisi yang diperlukan untuk memproduksi barang dan jasa yang dikonsumsi.
Adapun cara mengukur jejak karbon yakni dengan cara emisi langsung, yang berarti gas yang dihasilkan langsung dari kegiatan seperti penggunaan kendaraan bermotor atau pemanasan rumah. Sedangkan emisi tidak langsung berarti gas yang dihasilkan dari proses produksi barang dan jasa yang digunakan, seperti energi yang diperlukan untuk memproduksi makanan atau barang konsumsi.
Adapun beberapa faktor utama yang berkontribusi pada peningkatan jejak karbon antara lain sebagai berikut
1. Pembakaran Bahan Bakar Fosil
- Energi Listrik: Pembangkit listrik yang menggunakan batu bara, gas alam, dan minyak bumi menghasilkan emisi karbon dalam jumlah besar saat membakar bahan bakar fosil ini.
- Transportasi: Kendaraan bermotor seperti mobil, truk, pesawat terbang, dan kapal laut yang menggunakan bensin, solar, atau bahan bakar fosil lainnya melepaskan gas buang yang mengandung karbon dioksida.
- Industri: Proses produksi di berbagai industri, seperti manufaktur, semen, dan petrokimia, seringkali melibatkan pembakaran bahan bakar fosil dan menghasilkan emisi karbon.
2. Deforestasi
- Pembukaan Lahan: Penebangan hutan untuk pertanian, perkebunan, atau pembangunan mengurangi jumlah pohon yang menyerap karbon dioksida.
- Degradasi Hutan: Kerusakan hutan akibat kebakaran atau penebangan liar juga mengurangi kemampuan hutan dalam menyerap karbon.
3. Pertanian dan Peternakan
- Produksi Pupuk: Proses produksi pupuk sintetis menghasilkan emisi gas rumah kaca, termasuk dinitrogen oksida.
- Peternakan: Sapi dan hewan ternak lainnya menghasilkan metana, sebuah gas rumah kaca yang sangat kuat, melalui proses pencernaan.
Pada tahun 2021, Indonesia tercatat memiliki jumlah emisi karbon dioksida (CO2) yang sangat tinggi. Hal tersebut membuat Indonesia termasuk ke dalam salah satu negara dengan tingkat emisi CO2 terbesar di dunia. Berikut 10 negara dengan total emisi CO2 tertinggi di dunia.
Sumber foto : statisca.com
Berdasarkan data tersebut, Indonesia menduduki peringkat kesembilan dalam daftar negara-negara penghasil CO2 terbesar di seluruh dunia. Fenomena tersebut menggambarkan tantangan serius yang perlu dihadapi oleh negara ini dalam konteks perubahan iklim global.
Adapun beberapa dampak yang terjadi pada jejak karbon diantaranya sebagai berikut
1. Perubahan Produksi Pangan
Sumber foto : panda id
Jejak karbon berkontribusi terhadap perubahan iklim, yang berdampak langsung pada produksi pangan. Peningkatan suhu global dapat mengurangi kesuburan tanah dan mengubah pola curah hujan, membuat beberapa daerah menjadi kurang cocok untuk pertanian. Tanaman tertentu, termasuk padi, mungkin sulit tumbuh di kondisi yang semakin panas, yang dapat mengancam ketahanan pangan.
2. Penyebaran Penyakit
Sumber foto : Siloam Hospitals
Kenaikan suhu yang diakibatkan oleh jejak karbon juga mempengaruhi kesehatan manusia. Penyebaran penyakit menular seperti malaria bisa meningkat karena wilayah tropis semakin meluas ke daerah sub-tropis. Hal ini memungkinkan penyakit yang sebelumnya terbatas pada daerah tertentu untuk menyebar lebih luas, meningkatkan risiko kesehatan masyarakat.
3. Kerusakan Ekosistem Laut
Sumber foto : Mongabay
Emisi gas rumah kaca yang diserap oleh lautan menyebabkan peningkatan keasaman air laut, merusak ekosistem laut dan mengancam kehidupan hewan laut. Kenaikan suhu air laut dan permukaan laut juga berdampak negatif pada habitat laut, termasuk terumbu karang, yang merupakan ekosistem penting bagi banyak spesies.
4. Penurunan Ketersediaan Air Bersih
Sumber foto : Mertani
Jejak karbon berkontribusi pada penurunan ketersediaan air bersih. Perubahan iklim dapat menyebabkan kekeringan di beberapa daerah, sementara di tempat lain bisa menyebabkan banjir, sehingga mempengaruhi kualitas dan kuantitas air bersih yang tersedia untuk masyarakat.
5. Cuaca Ekstrem dan Bencana Alam
Sumber foto : iNews
Peningkatan jejak karbon berhubungan dengan meningkatnya frekuensi dan intensitas cuaca ekstrem, seperti badai tropis, banjir, dan kekeringan. Laporan menunjukkan bahwa jumlah kejadian bencana akibat cuaca ekstrem meningkat secara signifikan, menyebabkan kerugian ekonomi yang besar.
Pengembangan energi panas bumi di Indonesia menunjukkan prospek yang sangat menjanjikan, baik dari segi kapasitas sumber daya maupun peluang investasi global. Berikut adalah analisis mengenai prediksi pengembangan lebih lanjut dari energi panas bumi dalam sektor ini, diantaranya
1. Peningkatan Kapasitas
Sumber foto : highland experience
Indonesia memiliki potensi geothermal yang sangat besar, diperkirakan mencapai sekitar 29.038 MW, yang mencakup sekitar 40% dari total potensi geothermal dunia. Saat ini, kapasitas Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) yang telah dikembangkan mencapai 2,6 GW. Pemerintah menargetkan untuk meningkatkan kapasitas ini menjadi 7.000 MW pada tahun 2025, sebagai bagian dari upaya untuk mencapai bauran energi terbarukan sebesar 23%.
2. Dukungan Internasional
Sumber foto : freepik
Proyek-proyek geothermal di Indonesia mendapatkan dukungan dari lembaga internasional seperti Bank Dunia dan Pemerintah Selandia Baru, yang berinvestasi dalam pengembangan teknologi dan infrastruktur. Ini menunjukkan bahwa ada kepercayaan global terhadap potensi geothermal Indonesia sebagai solusi energi bersih.
3. Inovasi Teknologi
Sumber foto : Memorandum
Dengan kemajuan teknologi seperti Enhanced Geothermal Systems (EGS), potensi pemanfaatan energi panas bumi dapat diperluas ke daerah-daerah yang sebelumnya dianggap tidak layak untuk pengembangan geothermal. Konvensi seperti Indonesia International Geothermal Convention & Exhibition (IIGCE) juga menjadi platform untuk memamerkan inovasi dan kolaborasi di sektor ini.
Kesimpulan
Jejak karbon, yang mencakup emisi gas rumah kaca dari berbagai sumber seperti pembakaran bahan bakar fosil, pertanian, dan industri, berkontribusi signifikan terhadap perubahan iklim dan pemanasan global. Peningkatan suhu global akibat jejak karbon menyebabkan fenomena cuaca ekstrem, penurunan kualitas air, dan kerusakan ekosistem.Indonesia, sebagai salah satu negara dengan emisi CO2 tertinggi di dunia, menghadapi tantangan besar dalam mengatasi masalah ini. Dampak dari jejak karbon mencakup perubahan produksi pangan yang mengancam ketahanan pangan, penyebaran penyakit menular akibat perubahan iklim, kerusakan ekosistem laut yang vital bagi kehidupan akuatik, serta penurunan ketersediaan air bersih.
Baca juga: Harapan Baru Bumi dengan Teknologi Berbasis Ramah Lingkungan
Indonesia memiliki potensi geothermal yang sangat besar dan pemerintah menargetkan peningkatan kapasitas energi terbarukan hingga 7.000 MW pada tahun 2025. Dukungan internasional dan inovasi teknologi menjadi kunci dalam pengembangan sektor ini.Secara keseluruhan, pentingnya tindakan kolektif untuk mengurangi jejak karbon melalui perubahan perilaku konsumsi dan pengembangan energi terbarukan agar upaya ini tidak hanya penting untuk keberlanjutan lingkungan tetapi juga untuk menjaga kesehatan masyarakat dan ekonomi di masa depan.
Referensi
ppsdmaparatur.esdm.go.id. (2022). Jejak Karbon dalam Kehidupan.
pgnlng.co.id. (2023). Emisi Karbon: Pengertian, Penyebab, Dampak dan Cara Menguranginya.
lindungihutan.com. (2022). Mengenal Apa Itu Jejak Karbon.