Peluang dan Tantangan Dalam Pengembangan Energi Terbarukan: Kontribusi Industri Panel Surya
Bersumber dari materi Nick Nurrachman, Business Head Adyawinsa Group, dalam Webinar Potensi dan Tantangan EBKTE di Indonesia Juni 2021
Dalam komitmen Paris Agreement, 2030 ditargetkan terjadi penurunan CO2 sebesar 29% dibandingkan dengan penurunan pada 2005 sebesar 41%. Secara spesifik, usaha pencapaian tersebut dapat ditempuh dengan mengembangkan sektor swasta yang bergerak di industri panel surya. Kontribusi Indonesia melalui pengembangan Industri Solar PV dapat mendukung Indonesia sebagai salah satu dari 195 negara yang berkomitmen untuk mengurangi emisi gas rumah kaca melalui pengembangan energi terbarukan.
Energi terbarukan berperan untuk menggerakkan ekonomi hijau dan pembangunan berkelanjutan dan efisiensi energi. Tentunya, diperlukan didukung dengan kemajuan teknologi, kita dapat mengatur konsumsi energi kita sendiri di tingkat minimum. Tidak hanya itu, kapasitas sumber daya manusia juga masih perlu ditingkatkan untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas pemeliharaan pembangkit listrik terbarukan. Jika kedua hal tersebut sudah terpenuhi, kebijakan, pengelolaan risiko proyek, penganggaran hingga pemeliharaan dirasa sangat penting untuk mencapai pembangunan secara berkelanjutan. Ketidakpastian kebijakan tentang energi terbarukan dan perlindungan bisnis jangka panjang menyebabkan rendahnya ketertarikan investor untuk berinvestasi.
Posisi Indonesia pada 2021 dalam hal pemanfaatan energi terbarukan adalah masih pada angka 2,5% dari total potensi energi terbarukan yang ada. Angka ini dapat ditingkatkan salah satunya dengan mengembangkan energi surya. Energi surya adalah energi yang demokratis karena ketersediaannya yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Energi surya merupakan salah satu jenis energi terbarukan yang secara langsung dapat diakses masyarakat dan dapat digunakan dengan variasi skala yang beragam. Dapat dikatakan bahwa penggunaan pembangkit listrik tenaga surya di berbagai sektor adalah wujud implementasi sila ke-5 “Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”. Hal ini karena pemanfaatan energi surya merupakan bentuk gotong royong terhadap energi terbarukan dan aksi iklim.
Indonesia sudah memiliki kerangka peraturan yang mendukung aksi pengoptimalan energi terbarukan, di antaranya:
- UU No. 30 Tahun 2009
- PP No. 79 Tahun 2014
- Perpres No. 4 Tahun 2016
- Permen ESDM No 79/2014
Kebijakan-kebijakan tersebut dapat disempurnakan dan diterapkan untuk mencapai visi Indonesia dalam pengembangan energi terbarukan.
Tantangan Energi Terbarukan
Tantangan energi terbarukan utamanya adalah kurang kompetitif. LCOE (Levelized Cost of Electricity) atau biaya listrik rata-rata masih sangat tinggi dibandingkan dengan listrik yang dihasilkan dari bahan bakar fosil. Kemudian, dari segi sumber daya manusia, kesiapan SDM juga perlu ditingkatkan untuk mencapai keterampilan tenaga kerja dalam pengoperasian dan pemeliharaan teknologi energi terbarukan.
Peraturan yang tidak konsisten juga menghambat perkembangan energi terbarukan, khususnya di Indonesia. Oleh karena itu, perlu adanya penyempurnaan kebijakan seperti dalam hal manajemen risiko proyek dan pembiayaan dan rendahnya insentif. Apabila dinamika perubahan kebijakan dapat diatur dengan konsisten, perhatian investor terhadap energi terbarukan juga akan meningkat.
Baca Juga : Perkembangan Energi Terbarukan dan Konservasi Energi di Asia Tenggara dan Indonesia
Rekomendasi
Dari beberapa tantangan yang ada, rekomendasi tindakan yang dapat dipertimbangkan adalah perjelas kebijakan terkait produksi energi terbarukan dalam negeri. Perumusan kerangka peraturan yang jelas dapat mendukung produksi dalam negeri dan mendorong baik publik maupun swasta untuk mengadopsi energi terbarukan demi mencapai ekonomi rendah karbon di Indonesia.Tantangan di atas juga dapat dijawab dengan aksi untuk meningkatkan kesadaran kepada masyarakat Indonesia tentang potensi dan manfaat energi terbarukan dalam menurunkan biaya tagihan listrik.
“Listrik yang terjangkau akan menjamin pertumbuhan ekonomi yang positif, termasuk industri”- Ignasius Jonan