Energi dan Covid-19: Bagaimanakah Hubungan Antara Keduanya?
Energi merupakan sektor yang rentan terhadap fenomena apapun yang terjadi secara global. Fluktuasi kebutuhan ataupun produksi energi bisa dipengaruhi oleh berbagai hal. Hal ini mencakup pertumbuhan ekonomi, bencana alam, konflik sosial, serta iklim ataupun cuaca. Hingga pada tahun 2020 sampai 2021, kita bisa menyaksikan bahwa pandemi dapat berdampak signifikan terhadap energi.
Pandemi Covid-19 Berdampak Pada Berbagai Sektor
Kebutuhan energi Indonesia mengalami penurunan selama pandemi covid-19. Hal ini dikarenakan kondisi perekonomian juga menurun. Tidak hanya itu, pembatasan sosial juga mengakibatkan kebutuhan energi di beberapa sektor berkurang. Sektor-sektor tersebut meliputi industri, transportasi, serta sektor komersial.
Kegiatan pada sektor industri berkurang akibat pembatasan sosial, terlebih pada industri padat karya. Perusahaan enggan menanggung risiko terinfeksinya karyawan industri selama pandemi covid-19. Kegiatan produksi pun dihentikan sementara atau dikurangi dengan tingkat yang dramatis. Hal ini berarti bahwa energi yang dibutuhkan untuk proses produksi berkurang.
Sektor komersial pun demikian. Masyarakat mengurangi kegiatan di luar, termasuk berwisata, makan di restoran, menginap di hotel, atau pergi ke mall. Hal ini dikarenakan terdapat kebijakan tinggal di rumah serta penutupan tempat publik tertentu untuk mencegah kerumunan. Tidak hanya itu, kesadaran masyarakat akan bahaya covid-19 juga mencegah mereka berkumpul dengan orang lain.
Untuk sektor transportasi, tidak perlu dipertanyakan lagi mengapa kebutuhan energi berkurang. Pembatasan sosial dan kebijakan untuk tinggal di rumah mengurangi mobilitas masyarakat secara signifikan. Masyarakat hanya menggunakan transportasi saat keluar untuk keperluan penting saja. Sebagian besar kantor mewajibkan karyawannya bekerja dari rumah. Kegiatan penerbangan juga tidak lepas dari dampak pandemi covid-19. Hal ini karena negara-negara tertentu tidak mau menerima pengunjung sama sekali untuk mencegah penyebaran virus. Selain itu, menurunnya aktivitas sektor-sektor yang lain otomatis mengurangi kegiatan transportasi pula. Berkurangnya kegiatan transportasi berarti berkurang pula kebutuhan bahan bakar sebagai sumber energi kendaraan.
Sumber: Metro Kereta Mengangkut – Foto gratis di Pixabay
Sektor-sektor lain juga mengalami penurunan. Bidang pertanian dan perkebunan terkena dampak pandemi covid-19 berupa penurunan aktivitas produksi. Sektor konstruksi juga demikian. Proyek-proyek pembangunan sempat tertunda. Beberapa proyek harus mengurangi tenaga kerja yang akhirnya menurunkan laju pembangunan. Sektor-sektor yang menyediakan bahan baku dari sektor yang mengalami penurunan aktivitas juga terdampak. Salah satunya adalah sektor pertambangan yang menurun akibat permintaan yang lebih sedikit dibandingkan kondisi normal.
Berbeda dengan sektor-sektor lainnya, sektor rumah tangga mengalami kenaikan kebutuhan energi. Hal ini dikarenakan masyarakat banyak menghabiskan waktu di rumah. Kebutuhan listrik, air, bahan bakar, dan kebutuhan rumah tangga lainnya pun mengalami kenaikan.
Pandemi Covid-19 Berdampak Pada Berbagai Sumber Energi
Berdasarkan BPPT, kebutuhan energi dengan berbagai skenario yang menggambarkan pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) mengalami penurunan akibat pandemi covid-19. Namun perbedaan yang ditunjukkan berbeda. Dalam skenario OPT yang menunjukkan PDB optimis, penurunan kebutuhan energi tidak terlalu tajam. Hal ini berbeda dengan skenario pertumbuhan PDB moderat (MOD) dan pesimis (PES) yang menunjukkan berkurangnya kebutuhan energi semakin tinggi.
Upaya penyediaan energi ternyata terkena dampak akibat pandemi covid-19. Terjadi penurunan penyediaan energi di Indonesia. Namun, penurunan penyediaan energi ini tidak sebesar tingkat penurunan kebutuhan energi. Penurunan produksi batubara diperkirakan bisa mencapai 40 juta ton. Hal ini akan berimbas pada tingkat ekspor batubara. Namun, berkurangnya batubara juga akan dirasakan oleh beberapa pelanggan perusahaan listrik negara.
Selain batubara yang mengalami penurunan produksi, gas bumi juga demikian. Terjadi penurunan produksi gas bumi. Namun, di sisi lain, LPG mengalami peningkatan. Hal ini karena LPG masih merupakan sumber energi untuk memasak dalam kegiatan rumah tangga. Meningkatnya aktivitas rumah tangga berimbas pada penggunaan LPG yang lebih banyak.
Untuk energi baru terbarukan (EBT), pandemi ternyata menghambat peningkatannya. Penurunan EBT selama pandemi bahkan bisa mencapai 16,4% untuk skenario pertumbuhan PDB pesimis. Padahal, diperkirakan EBT mengalami peningkatan selama tahun 2020 hingga 2021.
Menurunnya EBT dapat disebabkan karena pembangunan pembangkit listrik EBT tertunda selama pandemi covid-19. Harga minyak mentah secara global yang mengalami penurunan akibat pandemi juga menghambat pertumbuhan EBT di Indonesia. Penurunan kebutuhan listrik akibat berkurangnya kegiatan di berbagai sektor besar menyebabkan rencana penambahan EBT juga terganggu. Perekonomian yang terganggu selama pandemi pun menyebabkan terganggunya pendanaan pengembangan EBT Indonesia.
Baca Juga : Green Mobility Memungkinkan Manusia Bermobilitas Tanpa Batas
Bangkit Dari Pandemi, Bangkit dengan Transisi Energi
Saat ini Indonesia terus berusaha untuk bangkit dari keterpurukan akibat pandemi covid-19. Berbagai sektor kembali dipulihkan. Kegiatan-kegiatan masyarakat sudah mampu beradaptasi dan memiliki mitigasi dalam menghadapi covid-19. Bidang energi seharusnya siap untuk berakselerasi dengan transisi energi, termasuk meningkatkan produksi energi baru terbarukan.
Tidak menutup kemungkinan peristiwa seperti pandemi akan terjadi di masa depan dalam waktu yang juga tidak sebentar. Perlu dipikirkan tentang bagaimana energi alternatif bisa bertahan terlepas dari halang dan rintang yang menghadang. Perubahan negatif akibat energi fosil yang terjadi selama pandemi harus ditepis dengan keberadaan energi baru terbarukan. Dibutuhkan usaha yang optimal dan kolaborasi berbagai pihak.
Sumber:
IESR. IESR_Dampak-Pandemi-COVID-19-terhadap-Transisi-Energi.pdf