Potensi dan Tantangan Nikel sebagai sumber EBTKE Indonesia
Nikel adalah salah satu unsur yang memiliki utilisas besar di Indonesia. Hal ini sejalan dengan fakta yang disampaikan oleh PSDMBP Kementerian ESDM pada Final Validation STAL Technology di Lokasi Pabrik PT. Trinitan Metals and Minerals (TMM) pada 7 April 2021 bahwa Indonesia adalah penyedia Nikel terbesar di dunia. Nikel dalam hal ini dapat dijadikan sebagai sarana pengimplementasian rencana Kementrian ESDM dalam meningkatkan bauran Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi (EBTKE) sebagai upaya menurunkan emisi akibat penggunaan bahan bakar fosil. Nikel dalam Peningkatan EBTKE menjadi salah satu unsur yang berperan sentral mengingat nikel dapat diproses menjadi baterai yang kemudian menjadi input utama bagi industri otomotif, penyimpanan energi, dan suplai elektrifikasi baik bagi kota maupun penjuru daerah.
Dalam konteks regulasi, dengan terbitnya Perpres No. 55 Tahun 2019 tentang Percepatan Program Kendaraan Bermotor Listrik Untuk Transportasi Jalan, industri baterai kendaraan listrik berbasis bahan utama Cobalt (Co), Nikel (Ni), Mangan (Mn), dan Lithium (Li) akan mengalami pengarusutamana kebijakan dan praktik teknologi baru dalam pengolahan yang lebih ramah lingkungan. Pemerintah menargetkan pada tahun 2025, 20% dari total produksi kendaraan di Indonesia akan berbasis elektrik. Khusus untuk Nikel, penguatan manajemen risiko berbasis lingkungan dan sosial merupakan kebutuhan dalam pengolahan nikel karena beberapa hal, yaitu jejak karbon tinggi, bijih kelas tinggi terbatas, pemulihan cobalt risiko teknis, dan belanja modal yang tinggi. Bergerak dari kesadaran tersebut, pengelolaan berbasis resiko ESG menjadi tren perusahaan yang bergerak dalam ekstraksi nikel yang juga merespons keadaan terjadinya peningkatan masyarakat terhadap isu lingkungan dan sosial. Hadirnya potensi pemanfaatan nikel di Indonesia untuk meningkatkan bauran EBTKE mengemuka seiring dengan tantangan dalam pengelolaan perusahaan pengolahan berbasis lingkungan, sosial, dan tata kelola yang mengakomodir prinsip keberlanjutan dan good corporate governance.
Sumber : WoodMac dalam Steven Brown, 2021