ENERGI FOSIL : KETERGANTUNGAN YANG MEMATIKAN

ketergantungan energi fosil

PT. Mitra Rekayasa Keberlanjutan – Ketergantungan terhadap energi fosil di Indonesia menjadi isu yang semakin mendesak dan mematikan, terutama dalam konteks perubahan iklim dan keberlanjutan lingkungan. Indonesia masih memiliki tingkat ketergantungan yang sangat tinggi terhadap energi fosil, dengan kontribusi bahan bakar fosil mencapai 94% dari total bauran energi nasional. Ini terdiri dari 32,2% minyak bumi, 18,9% gas bumi, dan 37,2% batu bara. Penggunaan bahan bakar minyak (BBM) mencapai 1,5 juta barel per hari, sementara produksi domestik hanya berkisar antara 700 ribu hingga 800 ribu barel per hari, menunjukkan adanya defisit dalam pemenuhan kebutuhan BBM.

Mereka menyediakan energi yang dibutuhkan untuk menjalankan industri, transportasi, dan kehidupan sehari-hari. Namun, dibalik manfaatnya yang besar, energi fosil juga membawa konsekuensi yang sangat serius bagi lingkungan dan masa depan umat manusia. Pembakaran bahan bakar fosil melepaskan sejumlah besar polutan udara, seperti sulfur dioksida, nitrogen oksida, dan materi partikulat.

Polutan ini menyebabkan berbagai masalah kesehatan, termasuk penyakit pernapasan, penyakit jantung, dan kanker. Pembakaran bahan bakar fosil merupakan penyebab utama emisi gas rumah kaca, terutama karbon dioksida. Gas rumah kaca memerangkap panas di atmosfer, menyebabkan suhu bumi meningkat dan memicu perubahan iklim yang ekstrim, seperti gelombang panas, badai, dan kenaikan permukaan air laut.

Institut Energi (EI) merilis edisi ke-73 dari Tinjauan Statistik Energi Dunia—salah satu sumber data energi terpenting di dunia, yang sebelumnya diterbitkan oleh BP—yang menyajikan statistik energi global untuk tahun 2023.

Tren energi umum pada tahun 2023 serupa dengan tren pada tahun sebelumnya, yang menunjukkan pertumbuhan berkelanjutan dalam konsumsi bahan bakar fosil dan emisi CO2. Meskipun konsumsi energi terbarukan mengalami peningkatan tajam, energi terbarukan belum menggantikan bahan bakar fosil apa pun—sebaliknya, peningkatan volume energi terbarukan ditambahkan di atas peningkatan konsumsi bahan bakar fosil.

Baca juga: Peran PLTA Terhadap Transisi Energi Indonesia Menuju Sumber Energi yang Ramah Lingkungan

Laporan ini juga menyoroti berbagai tren energi di seluruh dunia, dengan konsumsi energi fosil mencapai puncaknya di negara-negara ekonomi “maju” yang mengalami sedikit atau tidak ada pertumbuhan ekonomi, dan meningkat di negara-negara ekonomi pertumbuhan baru seperti China dan India.

Beberapa temuan utama laporan ini adalah:

  • Konsumsi energi primer global telah mencapai rekor tertinggi absolut, naik 2% dari tahun sebelumnya menjadi 620 Exajoule (EJ).
  • Konsumsi bahan bakar fosil global mencapai rekor tertinggi, naik 1,5% menjadi 505 EJ (didorong oleh batu bara naik 1,6%, minyak naik 2% menjadi di atas 100 juta barel untuk pertama kalinya, sementara gas tetap stabil). Sebagai bagian dari keseluruhan campuran, bahan bakar fosil menyediakan 81,5% energi primer global, sedikit turun dari 81,9% tahun lalu.
  • Emisi dari energi meningkat sebesar 2%, melampaui 40 Gt CO2 untuk pertama kalinya.
  • Pembangkitan listrik terbarukan, tidak termasuk tenaga air, naik 13% ke rekor tertinggi sebesar 4.748 TWh. Pertumbuhan ini, yang hampir seluruhnya didorong oleh tenaga angin dan tenaga surya, menyumbang 74% dari seluruh tambahan listrik bersih yang dihasilkan.
  • Sebagai bagian dari penggunaan energi primer, energi terbarukan (tidak termasuk hidro) berada pada 8,2%, atau 14,6% termasuk hidro.

ketergantungan energi fosil

Sumber foto : DieselNet

Nilai energi primer di atas untuk energi listrik non fosil didasarkan pada energi setara masukan, yang didefinisikan sebagai jumlah bahan bakar yang dibutuhkan oleh pembangkit listrik termal (dengan efisiensi 40,9%) untuk menghasilkan keluaran listrik yang dilaporkan. Jika listrik non fosil dibandingkan berdasarkan nilai kalornya, kontribusi tahun 2023 terhadap bauran energi primer global adalah 3,7% untuk energi terbarukan (terutama angin dan matahari), 2,9% untuk hidro, dan 1,8% untuk energi nuklir.

Masyarakat lokal semakin aktif mencari solusi untuk mengurangi ketergantungan pada energi fosil. Berikut adalah beberapa cara yang telah diadopsi oleh komunitas untuk mendorong penggunaan energi terbarukan, diantaranya

1. Kooperatif Energi Komunitas

ketergantungan energi fosil

Sumber foto : friendsoftheearth.eu

Komunitas lokal membentuk kooperatif energi untuk berinvestasi dalam proyek energi terbarukan. Ini memungkinkan cara mereka agar bisa memiliki dan mengelola sumber energi, seperti panel surya, yang sesuai dengan kebutuhan spesifik mereka. Dengan demikian, mereka dapat meningkatkan efisiensi dan relevansi proyek energi terbarukan di wilayah mereka. Koperasi energi tidak hanya sekedar menghasilkan listrik, tetapi juga dapat menjadi motor penggerak ekonomi lokal. Melalui penjualan surplus energi ke jaringan listrik umum, koperasi dapat memperoleh pendapatan tambahan. Selain itu, koperasi energi juga dapat menciptakan lapangan kerja baru dalam proses pembangunan, operasi, dan pemeliharaan sistem.

2. Pendidikan dan Kesadaran Publik

Sumber foto : panda.id

Masyarakat lokal terlibat dalam program edukasi untuk meningkatkan kesadaran tentang manfaat energi terbarukan. Kegiatan ini mencakup sosialisasi mengenai efisiensi penggunaan energi dan pentingnya beralih dari bahan bakar fosil ke sumber energi bersih. Dengan memberikan pemahaman yang komprehensif tentang energi terbarukan, masyarakat akan lebih termotivasi untuk berpartisipasi aktif dalam upaya mengurangi konsumsi energi fosil. Program edukasi yang menarik dan interaktif dapat mengubah perilaku masyarakat dan mendorong mereka untuk menjadi agen perubahan.

3. Gerakan Lokal

Sumber foto : ITB 2012

 Gerakan seperti ‘LOCAL (Low Carbon-Emission Lifestyle)’ mengajak masyarakat untuk mengubah gaya hidup mereka dalam konsumsi energi. Kegiatan ini termasuk kampanye untuk mematikan mesin kendaraan saat menunggu lampu lalu lintas, yang dapat menghemat bahan bakar dan mengurangi emisi. Melalui gerakan yang kreatif dan inovatif, akan mendapatkan hasil seperti menginspirasi orang banyak untuk hidup lebih berkelanjutan.

4. Pemanfaatan Sumber Daya Alam

Sumber foto : halofisika.blogspot.com

Masyarakat lokal memanfaatkan sumber daya alam yang ada, seperti sinar matahari atau angin, untuk mengembangkan solusi energi terbarukan yang sesuai dengan kondisi geografis mereka. Misalnya, di daerah dengan paparan sinar matahari tinggi, pemasangan panel surya akan lebih efisien.

5. Kolaborasi dengan Pemerintah dan LSM

Sumber foto : FISIPOL UGM CREATIVE HUB

Kerjasama antara pemerintah, lembaga swadaya masyarakat (LSM), dan sektor swasta sangat penting dalam menyediakan dukungan teknis dan finansial bagi proyek energi terbarukan. Inisiatif seperti skema subsidi dan pelatihan teknis dapat mempercepat implementasi teknologi.

  

Referensi

DieselNet. (2024). Energy Institute releases 2024 Statistical Review of World Energy.

Krisnawati, M. (2023, November 14). Penggunaan Energi Fosil Indonesia Masih Tinggi.

Triyatna, S.O. (2021, September 27). Tingkat Ketergantungan Energi Fosil Masih Tinggi.

Fasya, F. (2018). Analisis Perilaku Hemat Energi Listrik Pada Mahasiswa Fkip Universitas Jember. Program Studi Pendidikan Fisika Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Jember, 24-25.

Panda.id. (2023). Solusi Energi Terbarukan untuk Desa Terpencil.

Author

Similar Posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *