Tantangan ESG di Era Post-Truth

    PT. Mitra Rekayasa Keberlanjutan – Konsep Environmental, Social, and Governance (ESG) mulai dikenal secara resmi pada tahun 2004 setelah istilah ini dipopulerkan oleh United Nations Global Compact melalui laporan “Who Cares Wins” yang mengintegrasikan aspek lingkungan, sosial, dan tata kelola ke dalam praktik bisnis untuk mencapai keberlanjutan jangka panjang. Namun, substansi dari ESG sendiri telah berkembang sejak lama, bahkan sejak abad ke-17 dengan peningkatan kesadaran terhadap dampak negatif bisnis terhadap lingkungan dan masyarakat.

    Di era post-truth saat ini, di mana fakta dan data sering kali kalah oleh narasi emosional dan disinformasi, penerapan dan komunikasi ESG menghadapi tantangan berat dalam membangun kepercayaan dan kredibilitas di mata publik serta para pemangku kepentingan. Maraknya informasi manipulatif, termasuk praktik greenwashing, memicu skeptisisme publik terhadap komitmen keberlanjutan perusahaan.

    Kondisi ini mengharuskan perusahaan dan organisasi untuk tidak hanya meningkatkan kualitas transparansi dan akurasi laporan ESG, tetapi juga mengembangkan strategi komunikasi yang efektif dan edukatif agar pesan keberlanjutan dapat diterima secara luas dan dipercaya, sekaligus mampu menghadapi polarisasi opini yang terjadi di ruang digital.

    Tantangan dalam Komunikasi dan Pelaporan ESG

    Tantangan ESG Indonesia

    Sumber: LSP Manajemen Komunikasi

    Tantangan utama dalam komunikasi dan pelaporan ESG di era post-truth berkisar pada menurunnya kepercayaan publik akibat disinformasi, narasi emosional, dan hoaks yang lebih mudah menyebar dibandingkan fakta objektif. Era post-truth menyebabkan fakta dan data transparan yang menjadi basis pelaporan ESG sering kalah dalam memengaruhi opini dan penerimaan publik.

    Dari sisi komunikasi, tantangan juga meliputi kebutuhan untuk:

    • Mengorkestrasi strategi komunikasi yang komprehensif dan partisipatif agar muncul rasa memiliki dan dukungan dari masyarakat serta pemangku kepentingan.
    • Mengedepankan fakta dan data yang dapat diverifikasi, tanpa mengabaikan pentingnya narasi yang relevan dan mudah dicerna oleh audiens agar dapat membentuk citra positif dan kepercayaan.
    • Menjaga kredibilitas media dan perusahaan dengan transparansi serta integritas informasi, untuk meredam dampak hoaks dan misinformasi yang menjadi ancaman utama di era digital.
    • Menggunakan teknologi digital dan AI secara inovatif untuk engagement dan membangun relasi yang lebih efektif.

    Erosi Standar dan Regulasi ESG di Indonesia

    Tantangan ESG Indonesia

    Sumber: suvarna id

    Tantangan signifikan dalam penerapan ESG (Environmental, Social, Governance) di Indonesia saat ini terletak pada erosi atau ketidakkonsistenan standar dan regulasi yang berlaku. Walaupun ada beberapa regulasi yang mengatur aspek lingkungan hidup, sosial, dan tata kelola, regulasi tersebut masih tersebar dan bersifat sektoral, sehingga belum membentuk satu kerangka hukum ESG yang terpadu dan menyeluruh.

    Regulasi Lingkungan Hidup sudah cukup ketat dengan UU No. 32 Tahun 2009 yang mengatur pembuangan limbah, Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL), pengelolaan limbah B3, dan kewajiban pemulihan lingkungan. Namun, untuk aspek ESG secara keseluruhan, regulasi yang ada seperti POJK 51/2017 hanya mengikat lembaga keuangan, emiten, dan perusahaan publik, sedangkan sektor swasta yang lebih luas masih minim pengaturan spesifik.

    Ketiadaan regulasi ESG yang komprehensif ini membuat perusahaan kesulitan untuk patuh secara konsisten karena harus mengikuti berbagai aturan sektoral yang tidak selalu sinkron. Akibatnya, pelaporan ESG juga belum optimal dan kurang terstandarisasi, sehingga kredibilitas dan akurasi data ESG yang dikumpulkan masih perlu diperbaiki.

    Relevansi Regulasi ESG dalam Mendorong Keberlanjutan Bisnis di Indonesia

    Relevansi regulasi ESG di Indonesia sangat krusial, bukan hanya untuk memastikan kepatuhan perusahaan, tetapi juga untuk memberi arah yang jelas bagi pelaku bisnis dalam menyusun strategi keberlanjutan jangka panjang. Tanpa kerangka hukum yang terpadu, penerapan ESG berpotensi berjalan parsial dan tidak sinkron antar sektor.

    Harmonisasi kebijakan, seperti integrasi antara POJK, regulasi lingkungan hidup, dan target nasional SDGs akan mempermudah perusahaan dalam pelaporan, meningkatkan kredibilitas data, sekaligus menarik minat investor yang mencari transparansi dan keberlanjutan.

    Menariknya, menurut data Bursa Efek Indonesia (2025), tren penerbitan Sustainability Report oleh perusahaan tercatat semakin meningkat. Hingga Desember 2024, sebanyak 882 perusahaan tercatat saham atau 94% dari jumlah perusahaan di BEI sudah menerbitkan Sustainability Report untuk tahun pelaporan 2023. Peningkatan ini menunjukkan bahwa investor pasar modal mulai menjadikan aspek keberlanjutan dan ESG sebagai pertimbangan utama dalam keputusan investasinya. Dengan adanya ESG Reporting, ke depan diharapkan jumlah, kualitas informasi, dan transparansi perusahaan makin baik, sehingga mendukung keputusan investasi yang berorientasi keberlanjutan.

    Hambatan Internal dan Eksternal

    Tantangan ESG Indonesia

    Sumber: sahabat guru

    Hambatan internal menuntut perusahaan membangun kapasitas SDM, memperjelas strategi, dan memperkuat koordinasi serta budaya ESG. Hambatan eksternal memerlukan peran aktif pemerintah dan regulator dalam menyederhanakan dan menyatukan regulasi serta standar ESG, memberikan insentif, serta mengelola isu lingkungan dan sosial yang lebih luas secara sistemik.

    Kolaborasi Multisektor Menjadi Kunci untuk Menghadapi Hambatan Tersebut dan Mendorong Implementasi ESG yang Efektif dan Berkelanjutan di Indonesia :

    1. Meningkatkan Transparansi dan Akuntabilitas

    Tantangan ESG Indonesia

    Sumber: kompas com

    Melalui tata kelola kolaboratif (collaborative governance), pengawasan terhadap praktik ESG dapat dilakukan secara lintas sektor—pemerintah, swasta, dan masyarakat sipil—sehingga meningkatkan transparansi dan akuntabilitas perusahaan. Pendekatan ini membantu meminimalisasi praktik-praktik korupsi dan degradasi lingkungan yang selama ini menjadi kendala dalam pengelolaan sumber daya alam di Indonesia.

    2. Efisiensi dan Sinergi dalam Implementasi

    Tantangan ESG Indonesia

    Sumber: Indonesia Re

    Studi World Bank menunjukkan bahwa program berbasis kolaborasi ESG dapat meningkatkan efisiensi proyek hingga 25%. Sinergi antara berbagai pihak memperkuat keberhasilan mencapai target Pembangunan Berkelanjutan (SDGs), khususnya pada proyek infrastruktur, energi terbarukan, serta pemberdayaan sosial.

    Baca Juga : Peran Strategis Anak Muda dalam ESG

    3. Penguatan Ekonomi Sosial dan Inklusi

    Sumber: inklusi – australia

    Kolaborasi memungkinkan terciptanya program pemberdayaan masyarakat yang berfokus pada kesejahteraan dan inklusi sosial. Hal ini membantu mendistribusikan manfaat ESG secara lebih merata, mengurangi kesenjangan sosial, serta mendorong pembangunan sosial-ekonomi yang berkelanjutan.

    4. Akses dan Mobilisasi Pendanaan Hijau

    Sumber: kompas money

    Kolaborasi multisektor membuka akses yang lebih luas terhadap instrumen pendanaan hijau seperti obligasi hijau dan blended finance. Keterlibatan pemerintah dan sektor swasta bersama-sama menarik minat investor domestik dan internasional yang semakin mengutamakan investasi berkelanjutan.

    5. Pemecahan Masalah Kompleks Berskala Besar

    Sumber: now training

    Tantangan ESG seperti perubahan iklim, pengelolaan limbah, dan transisi energi memerlukan solusi holistik yang tidak dapat ditangani satu pihak saja. Kolaborasi mempertemukan berbagai keahlian, sumber daya, dan perspektif yang memungkinkan respons adaptif dan inovatif atas isu-isu multidimensi tersebut.

    Menjawab Krisis Kepercayaan Publik Lewat Pendekatan ESG yang Kontekstual

    PT. Mirekel telah mendampingi beberapa perusahaan dalam membangun roadmap ESG, termasuk penyusunan strategi komunikasi, penguatan kapasitas SDM, serta asistensi pelaporan keberlanjutan. Sebagai konsultan yang memahami konteks lokal, MIREKEL menekankan pentingnya ESG dalam keberlanjutan bisnis klien di Indonesia.

    Kesimpulan

    Di era post-truth, penerapan ESG menghadapi tantangan besar karena fakta dan data sering kalah oleh narasi emosional dan disinformasi, yang menimbulkan skeptisisme publik dan menghambat kepercayaan terhadap komitmen keberlanjutan perusahaan. Tantangan ini diperparah oleh regulasi ESG yang belum terpadu dan hambatan internal perusahaan seperti kurangnya pemahaman serta sumber daya. Untuk mengatasi masalah tersebut, kolaborasi multisektor antara pemerintah, bisnis, dan masyarakat sangat penting guna meningkatkan transparansi, efisiensi, dan kredibilitas implementasi ESG sehingga tujuan keberlanjutan dapat tercapai secara efektif dan berkelanjutan di Indonesia.

    Referensi

    Meytasari, Wulan. (2024). Pengaruh Pengungkapan Environmental, Social, Governance (ESG) terhadap Nilai Perusahaan di Indonesia.

    Politeknik PGRI Ganesha. (2024). Relevansi Penerapan ESG bagi Perusahaan dan Implikasinya terhadap Kebijakan.

    Universitas Airlangga. (2024). Keragaman Karier CEO dan Pengungkapan ESG di Indonesia.

    IBM. (2024). Sejarah ESG: Perjalanan menuju investasi berkelanjutan.

    Kompasiana. (2023). Era Post-Truth: Tantangan bagi Pemeriksa Fakta.

    Author

    Similar Posts

    Leave a Reply

    Your email address will not be published. Required fields are marked *