Benarkah AI Dapat Meningkatkan Performa ESG Perusahaan?

PT. Mitra Rekayasa Keberlanjutan – Di tengah transformasi digital yang begitu cepat, Artificial Intelligence (AI) kini bukan sekadar alat canggih, tapi juga fondasi baru dalam strategi keberlanjutan perusahaan. Dalam beberapa tahun terakhir, banyak organisasi mulai menjadikan AI sebagai mitra untuk mencapai target ESG (Environmental, Social, and Governance) — baik dalam efisiensi energi, manajemen data, maupun pemantauan dampak sosial. Namun, benarkah AI benar-benar dapat meningkatkan performa ESG, atau justru menciptakan tantangan baru?
Teknologi memang menjanjikan presisi dan kecepatan, tapi keberlanjutan bukan hanya soal angka atau algoritma. Di satu sisi, AI menawarkan peluang besar untuk memperkuat transparansi dan tanggung jawab perusahaan. Tapi di sisi lain, ada risiko etika, bias data, hingga dampak ekologis dari konsumsi energi komputasi yang tidak sedikit.
Era Digital dan Tantangan ESG Perusahaan

Sumber: pratama institute
Perubahan iklim global, ketimpangan sosial, dan tata kelola perusahaan yang belum transparan menjadi tiga tantangan utama dalam penerapan prinsip ESG. Di tengah tekanan itu, perusahaan menghadapi tuntutan untuk tidak hanya bertanggung jawab, tapi juga terukur dalam setiap kebijakan keberlanjutan yang mereka jalankan.
AI hadir sebagai solusi untuk mengelola kompleksitas tersebut. Dengan kemampuannya mengolah data dalam jumlah besar, AI dapat membantu perusahaan memahami pola konsumsi energi, emisi karbon, hingga dampak sosial dari aktivitas bisnis mereka secara lebih akurat.
AI sebagai Mesin Penggerak Keberlanjutan

Sumber: cloud computing indonesia
AI bukan hanya alat analisis, tetapi juga mesin penggerak untuk inovasi keberlanjutan. Teknologi ini bisa digunakan untuk memantau efisiensi energi, mengoptimalkan proses produksi agar lebih ramah lingkungan, hingga memprediksi dampak perubahan iklim di wilayah tertentu. Menurut laporan PwC (2024), penerapan AI dalam industri energi dan transportasi berpotensi menurunkan emisi global hingga 4% pada tahun 2030. Angka ini menunjukkan bahwa teknologi cerdas dapat berkontribusi nyata terhadap target keberlanjutan dunia.
Selain aspek lingkungan, AI juga membantu dimensi sosial dan governance — seperti memantau kepatuhan etika karyawan, mendeteksi potensi diskriminasi, hingga meningkatkan inklusivitas dalam proses rekrutmen.
AI untuk Pelaporan ESG

Sumber: LinkedIn
Salah satu kendala terbesar dalam ESG adalah pelaporan yang tidak konsisten dan sulit diverifikasi. Banyak data berasal dari sumber berbeda dan tidak terintegrasi, sehingga rawan manipulasi atau interpretasi yang keliru. Dengan AI, perusahaan bisa menerapkan automated ESG reporting system yang memanfaatkan algoritma untuk mengolah data lingkungan dan sosial dari berbagai unit bisnis. Beberapa perusahaan global juga telah menggunakan Natural Language Processing (NLP) untuk menyusun laporan ESG secara otomatis berdasarkan data langsung.
Baca Juga : Potensi Geothermal sebagai Pengganti Batu Bara
Risiko Penerapan AI

Sumber: AI hub
Meski potensinya besar, penerapan AI juga membawa risiko baru yang tidak bisa diabaikan.
Beberapa di antaranya meliputi:
- Bias algoritma yang bisa menyebabkan keputusan tidak adil, terutama dalam aspek sosial atau rekrutmen.
- Konsumsi energi tinggi pada proses pelatihan model AI skala besar.
- Privasi data yang rentan ketika informasi karyawan, komunitas, atau lingkungan dianalisis secara otomatis.
Karena itu, penting bagi perusahaan untuk mengadopsi pendekatan ethical technology. Artinya, setiap pengembangan dan implementasi AI harus mempertimbangkan transparansi, akuntabilitas, dan dampak sosial jangka panjang.
Kesimpulan
AI memang mampu mempercepat proses menuju keberlanjutan, tapi nilai kemanusiaan tetap menjadi inti ESG. Teknologi harus digunakan bukan untuk menggantikan manusia, melainkan memperkuat kemampuan manusia dalam mengambil keputusan yang lebih bertanggung jawab. Seperti yang disampaikan dalam laporan World Economic Forum (2025), “AI adalah akselerator, bukan pengganti, dalam perjalanan menuju keberlanjutan.” Masa depan keberlanjutan bukan tentang siapa yang paling canggih teknologinya, tapi siapa yang paling bijak menggunakannya.
Referensi
World Economic Forum. (2025). The Future of ESG and Responsible AI.
Deloitte Insights. (2025). Ethical AI in Corporate Governance.
United Nations Environment Programme (UNEP). (2024). Tech Solutions for Sustainability Reporting.
PwC. (2024). AI and Sustainability Report.






